Hukum

Dokter AY Mangkir, Korban Hadapi Dua Tekanan: Pelecehan Seksual dan UU ITE

66
×

Dokter AY Mangkir, Korban Hadapi Dua Tekanan: Pelecehan Seksual dan UU ITE

Share this article
Polemik dugaan pelecehan seksual yang menyeret nama dokter AY dari Rumah Sakit Persada Hospital Malang terus bergulir. Bahkan, kini terlapor berbalik melaporkan korban.
Pendamping Hukum QAR, Satria Marwan.(foto:sudutkota.id/mit)

Sudutkota.id – Polemik dugaan pelecehan seksual yang menyeret nama dokter AY dari Rumah Sakit Persada Hospital Malang terus bergulir. Bahkan, kini terlapor berbalik melaporkan korban.

Belum rampung proses penanganan kasus utamanya, korban yang diketahui berinisial QAR justru kini harus menghadapi laporan balik atas dugaan pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

QAR dilaporkan atas tuduhan pencemaran nama baik, usai membuka kasus dugaan pelecehan seksual yang dialaminya. Kondisi ini membuat pendamping hukumnya, Satria Marwan, angkat bicara.

“Kami sangat menyayangkan laporan balik ini. Klien kami adalah korban kekerasan seksual yang seharusnya mendapat perlindungan hukum, bukan justru dikriminalisasi,” ujar Satria saat ditemui di Polresta Malang Kota, Rabu (18/6/2025).

Ia menegaskan bahwa dasar hukum perlindungan terhadap korban telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, terutama pada Pasal 10 yang menyatakan bahwa korban tidak dapat dituntut secara pidana maupun perdata atas laporan atau kesaksian yang diberikan dalam proses hukum.

Baca Juga :  Harga Bapok di Kota Batu Masih Melambung Tinggi di H-1 Lebaran 2024

“Sudah jelas dalam undang-undang bahwa korban kekerasan seksual dilindungi. Laporan ini jelas bertentangan dengan semangat perlindungan korban. Kami khawatir ini menjadi bentuk intimidasi, bahkan upaya membungkam suara korban,” tegasnya.

Meski demikian, pihaknya tetap bersikap kooperatif. QAR telah memenuhi panggilan penyidik dan menjawab seluruh pertanyaan secara terbuka.

Namun Satria juga menegaskan bahwa pihaknya telah melayangkan surat resmi kepada aparat penegak hukum agar pemeriksaan terhadap QAR ditunda sementara, hingga ada putusan hukum tetap terkait kasus kekerasan seksual yang dilaporkannya.

“Permintaan ini kami dasarkan pada prinsip perlindungan hukum. Korban seharusnya tidak dibebani perkara baru di tengah upaya mencari keadilan,” lanjut Satria.

Sementara itu, oknum dokter AY yang menjadi terlapor dalam kasus utama justru disebut tidak kooperatif. Pada pemanggilan pertama oleh penyidik sebagai tersangka, AY tidak hadir tanpa alasan yang jelas.

“Tentu publik bisa menilai, mana yang kooperatif dan mana yang tidak. Klien kami yang korban saja datang. Tapi dokter AY, yang seharusnya memberi klarifikasi atas tuduhan serius, justru mangkir. Ini mengindikasikan tidak adanya iktikad baik,” tutur Satria.

Baca Juga :  Korban Sodomi Pak RW di Malang Capai Tujuh Remaja Laki-laki, Baru Dua yang Lapor Polisi

Selain itu, kuasa hukum juga menyoroti beban psikologis yang ditanggung kliennya akibat laporan balik tersebut.

“Secara fisik dan mental, klien kami sudah sangat kelelahan. Menghadapi kasus pelecehan seksual itu bukan hal mudah. Kini, dengan adanya laporan balik, tekanan itu makin besar. Ini bukan sekadar perkara hukum, tapi soal kemanusiaan,” ungkapnya.

Satria berharap agar aparat penegak hukum bersikap adil dan berpihak pada perlindungan korban. Ia menegaskan bahwa UU ITE seharusnya tidak digunakan sebagai alat untuk menekan orang-orang yang memperjuangkan haknya sebagai korban.

“Harapan kami, semua pihak bisa lebih bijak. Penegakan hukum harus adil. Jangan sampai korban justru diposisikan sebagai tersangka, sementara pelaku berlindung di balik pasal-pasal hukum. Ini bisa menjadi preseden buruk dan membuat korban lain takut bersuara,” pungkasnya.(mit)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *