Sudutkota.id- Pasangan Calon nomor urut 1 Pilkada Kota Malang, Wahyu Hidayat – Ali Mutohirin (WALI) kembali menjadi sorotan setelah Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Malang menegur mereka, terkait pemberangkatan sebanyak 1.920 warga ke Kecamatan Kedungkandang untuk ziarah wali lima pada 27 Oktober 2024.
Bawaslu sebelumnya telah memberikan teguran terkait kegiatan kampanye berbentuk tebus murah sembako yang dilakukan oleh Paslon Wahyu-Ali. Namun, teguran tersebut diabaikan dan malah digantikan dengan kegiatan ziarah wali. Hal ini menimbulkan dugaan adanya money politic yang melanggar hukum.
Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran dan Data Informasi Bawaslu Kota Malang, Hamdan Akbar Safara, menyatakan bahwa aduan masyarakat terkait pemberangkatan ziarah wali oleh Paslon Wahyu-Ali masih dalam proses kajian. Meskipun belum ada laporan resmi, Bawaslu memperhatikan aduan tersebut dan sedang melakukan penelusuran lebih lanjut.
Hal tersebut berdasarkan Pasal 187 A UU Pemilihan tentang Setiap Orang dengan Sengaja Menjanjikan atau Memberikan Uang atau Materi lainnya dengan Tujuan Mempengaruhi Pemilih, Baik Langsung Maupun tidak Langsung dengan ancaman penjara minimal 3 bulan maksimal 36 bulan.
“Juncto nya ada di Pasal 73 bentuk memengaruhi pemilihannya. Ada 3 kategori, memilih atau mengajak Paslon tertentu, tidak memilih Paslon tertentu dan berupaya menyarankan kepada pemilih dengan cara tertentu, sehingga surat suara tidak sah,” terang Hamdan pada Jumat (01/11).
Selain itu, dugaan terkait money politic dalam kegiatan ini masih menjadi perhatian utama Bawaslu. Pelanggaran tersebut bisa dilakukan oleh individu, tim resmi, tim tidak resmi, atau relawan yang terlibat. Bawaslu masih melakukan kajian menyeluruh untuk memastikan adanya money politic yang melanggar hukum.
“Potensinya ada, kalau pelanggaran detailnya belum bisa kami omongkan, karena belum inkrah,” sambungnya
Kajian sementara, di pasal 187 A terdapat dua ayat, yang pertama tentang pemberi dan kedua tentang penerima. Sementara dugaan kegiatan tersebut bukan berbentuk uang, namun masuk dalam materi lainnya.
“Petunjuk awal kami, ziarah wali itu berbentuk materi lain, bukan uang. Sehingga perlu kita kaji lebih dalam karena ada unsur pidana,” jelasnya.
Menanggapi polemik tersebut, Pengamat politik Agung Suprojo dari Unitri menekankan pentingnya kontestasi demokrasi yang bersih dan demokratis, tanpa adanya money politic yang merugikan stabilitas pasar dan proses demokrasi.
Program-program seperti ziarah wali menurutnya bisa dikatakan sebagai money politic jika dalam pemberangkatannya terdapat atribut paslon, tim sukses paslon atau bahkan diberangkatkan oleh paslon itu sendiri.
”Misal ada program itu ketika tidak ada atribut, embel-embel hingga kehadiran paslon, itu belum bisa dikatakan money politic. Berbeda jika kemudian hal itu dikerjasamakan dengan pihak ketiga,” bebernya.
Agung berharap para calon pemimpin memberikan contoh positif bagi generasi muda Indonesia dan menghindari praktik money politic yang dapat merusak integritas demokrasi. Apalagi Bawaslu sendiri sudah mulai mengimbau agar metode-metode menarik perhatian masyarakat seperti itu mulai ditinggalkan.
“Saya berharap para peserta Pemilu mewariskan teladan yang baik bagi generasi Z yang kelak akan menjadi generasi emas Indonesia,” pungkasnya. (Mt)