Sudutkota.id – Kejaksaan Agung melalui Tim Penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM PIDSUS) kembali melakukan penangkapan terhadap Zarof Ricar (ZR) selaku Mantan Pejabat Mahkamah Agung (Non Hakim), yang dilakukan pada Kamis 24 Oktober 2024 pukul 22.00 WITA di Bali.
Penangkapan tersebut dilakukan karena diduga yang bersangkutan melakukan permufakatan jahat melakukan suap dan atau gratifikasi bersama Tersangka LR (Oknum Pengacara Ronald Tannur), terkait dengan penanganan perkara tindak pidana umum dalam tahap kasasi atas nama Terdakwa Ronald Tannur, yang sebelumnya telah dinyatakan bebas oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surabaya.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Abdul Qohar menjelaskan, kronologi dalam perkara ini yaitu, tersangka LR meminta agar ZR mengupayakan Hakim Agung pada Mahkamah Agung tetap menyatakan Terdakwa Ronald Tannur tidak bersalah dalam Putusan Kasasinya.
“Lalu, sesuai catatan tersangka LR menyampaikan kepada ZR akan menyiapkan dana sebesar Rp 5 miliar untuk Hakim Agung dan untuk ZR akan diberikan Rp1 Miliar atas jasanya,” jelas Abdul Qohar dalam keterangan yang diterima media ini, Jumat, (25/10/2024).
Kemudian pada bulan Oktober 2024, Tersangka LR menyampaikan pesan kepada ZR akan mengantarkan uang sebesar Rp 5 miliar untuk Hakim Agung atas nama S, A dan S yang menangani perkara kasasi Terdakwa Ronald Tannur. Namun karena jumlahnya sangat banyak, ZR tidak mau menerimanya dalam bentuk rupiah melainkan ditukar dengan mata uang asing di salah satu money changer di Blok M Jakarta Selatan.
“Setelah Tersangka LR menukarkan rupiah dengan mata uang asing, lalu Tersangka LR datang ke rumah ZR di Senayan, Jakarta Selatan untuk menyerahkan kepada ZR uang dalam mata uang asing yang jumlahnya kurang lebih Rp 5 miliar jika dikonversi ke mata uang rupiah. Uang tersebut lalu disimpan oleh ZR di dalam brankas yang berada di ruang kerja rumah ZR,” beber pria yang pernah menjabat Kajari Kabupaten Malang itu.
Selain permufakatan jahat dalam perkara Terdakwa Ronald Tannur, kata Abdul Qohar, ZR pada saat menjadi pejabat di Mahkamah Agung Tahun 2012 hingga 2022 juga diduga keras menerima gratifikasi pengurusan perkara-perkara di Mahkamah Agung dalam bentuk berbagai mata uang rupiah dan mata uang asing yang jika dikonversikan berjumlah sekitar Rp 920.912.303.714,00 (sekitar Rp 920 Miliar) serta berbagai logam mulia dengan berat total sekitar 51 Kg sebagaimana hasil penggeledahan yang dilakukan Tim Penyidik Jam Pidsus.
Selain itu, Tim Penyidik Jam Pidsus pada Kamis 24 Oktober 2024 juga telah melakukan penggeledahan di rumah ZR yang berlokasi di kawasan Senayan, Jakarta Selatan dan penginapannya di Hotel Le Meridien, Bali.
Dari hasil penggeledahan tersebut, telah ditemukan, di Rumah ZR di kawasan Senayan, Jakarta Selatan, yakni mata uang asing sebanyak SGD 74.494.427, mata uang asing sebanyak USD 1.897.362, mata uang asing sebanyak EUR 71.200, mata uang asing sebanyak HKD 483.320, mata uang rupiah sebanyak Rp 5.725.075.000.
Jika dikonversikan maka setara dengan Rp 920.912.303.714 (Rp920 miliar), logam mulia yaitu jenis emas Fine Gold 999.9 kepingan 100 gram sebanyak 449 buah dan logam mulia emas Antam kepingan 100 gram sebanyak 20 buah sehingga total logam mulia jenis emas antam seberat 46,9 kg.
Selain itu ditemukan satu buah dompet warna pink, 12 keping emas logam mulia PT Antam masing-masing 100 gram, satu keping emas logam mulia PT Antam dengan berat 50 gram, satu buah dompet pink garis yang berisikan 7 keping emas logam mulia PT Antam masing-masing 100 gram dan 3 keping emas logam mulia PT Antam masing-masing 50 gram, satu dompet warna hitam berisikan 1 keping emas logam mulia PT Antam dengan berat 1 kg kode JR599, satu buah plastik warna abu-abu berisikan 10 keping emas logam mulia PT Antam masing-masing 100 gram, tiga lembar certificate diamond NPNEN ISO/IEC17025, tiga lembar kwitansi toko emas mulia.
“Logam mulia emas Antam tersebut jika dijumlahkan seluruhnya adalah sekitar 51 kg, atau jika dikonversikan setara dengan Rp 75 miliar,” beber Abdul Qohar.
Sedangkan di Hotel Le Meridien Bali tempat ZR menginap, tim penyidik juga menemukan satu ikat uang tunai pecahan Rp100 ribu sebanyak 100 lembar dengan total Rp 10 juta, satu ikat uang tunai pecahan Rp 50 ribu sebanyak 98 lembar totalnya Rp 4.900.000, satu ikat uang tunai pecahan Rp100.000 sebanyak 33 lembar totalnya Rp3.300.000, satu ikat uang tunai pecahan Rp100.000 sebanyak 19 lembar, pecahan Rp 5.000 sebanyak 5 lembar totalnya Rp1.925.000, satu ikat uang tunai pecahan Rp 5.000 sebanyak 35 lembar totalnya Rp175.000, uang tunai dalam dompet sebanyak Rp 114.000. Jika dijumlahkan seluruhnya adalah Rp 20.414.000.
Setelah dilakukan pemeriksaan terhadap yang bersangkutan, maka pada Jumat 25 Oktober 2024 Tim Jaksa Penyidik pada Jam Pidsus menetapkan 2 orang sebagai tersangka karena ditemukan bukti yang cukup adanya tindak pidana korupsi yaitu, ZR berdasarkan Surat Perintah Penetapan Tersangka Nomor: TAP-58/F.2/Fd.2/10/2024; dan LR berdasarkan Surat Perintah Penetapan Tersangka Nomor : TAP-60/F.2/Fd.2/10/2024.
Terhadap tersangka ZR tersebut dilakukan penahanan di Rumah Tahanan Negara Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan selama 20 hari ke depan, dalam perkara permufakatan jahat suap dan garatifikasi, yang diduga melanggar:
Kesatu
Pasal 5 ayat (1) Jo. Pasal 15 Jo. Pasal 18 Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Kedua
Pasal 12B jo. Pasal 18 Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Sedangkan Tersangka LR, telah dilakukan penahanan selama 20 hari pada Rabu 23 Oktober 2024 di Rumah Tahanan Negara Salemba Cabang Kejaksaan Agung terkait perkara lain dan dalam perkara ini diduga melanggar Pasal 5 ayat (1) jo. Pasal 15 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” tandas Abdul Qohar. (MA)