Sudutkota.id- Menurut data pemerintah Jepang yang dirilis pada hari Rabu (24/7) total populasi penduduknya menandai penurunan selama 15 tahun berturut-turut, turun lebih dari setengah juta orang karena populasi menua dan kelahiran tetap rendah.
Kelahiran di Jepang mencapai rekor terendah, yaitu di angka 730 ribu pada tahun 2023, dan 1,58 juta kematian tahun 2023 juga menjadi rekor tertinggi.
Pada 1 Januari 2024, populasi Jepang adalah 124,9 juta. Data yang dirilis oleh Kementerian Dalam Negeri juga menunjukkan bahwa peningkatan 11 persen dalam penduduk asing membantu populasi mereka melampaui 3 juta untuk pertama kalinya.
Penduduk asing tersebut sekarang membentuk hampir 3 persen dari total populasi dan sebagian besar berusia kerja dari 15 hingga 64 tahun.
Survei menunjukkan bahwa orang Jepang yang lebih muda semakin enggan untuk menikah atau memiliki anak karena berkecil hati oleh prospek pekerjaan yang suram, tingginya biaya hidup yang meningkat lebih cepat daripada gaji, dan budaya perusahaan yang bias gender yang menambah beban hanya pada wanita dan ibu yang bekerja.
Untuk mengatasi permasalahan ini, Pemerintah Jepang mengalokasikan 5,3 triliun yen atau sekitar kurang lebih 561 triliun rupiah sebagai bagian dari anggaran 2024 untuk mendanai insentif bagi pasangan muda agar memiliki lebih banyak anak, seperti meningkatkan subsidi untuk pengasuhan anak dan pendidikan, dan diperkirakan akan menghabiskan 3,6 triliun yen, atau kurang lebih 381 triliun rupah dalam bentuk uang pajak setiap tahun selama tiga tahun ke depan.
Para ahli mengatakan langkah-langkah tersebut sebagian besar ditujukan untuk pasangan menikah yang berencana untuk memiliki atau yang telah memiliki anak, namun tidak akan bisa mengatasi meningkatnya jumlah anak muda yang enggan menikah.
Populasi Jepang diproyeksikan akan turun sekitar 30 persen, menjadi 87 juta pada tahun 2070, ketika empat dari setiap 10 orang akan berusia 65 tahun atau lebih. (Ka)