Sudutkota.id – Tanah gerak terjadi di Dusun Brau, Desa Gunungsari, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu. Akibatnya, tanah dan tembok warga mengalami retakan. Hal itu terjadi setiap musim penghujan.
Bahkan, warga setempat menganggap hal ini merupakan hal bisa. Karena setiap tahun saat musim penghujan telah menjadi langganan.
Kepala BPBD Kota Batu Agung Sedayu mengatakan, penyebab terjadinya keretakan tanah tersebut sama seperti tahun-tahun sebelumnya yakni akibat dari kondisi tanah di kawasan tersebut jenuh air.
“Karena hampir setiap hari diguyur hujan dengan intensitas tinggi, sehingga menyebabkan tanah yang ada di lembah Gunung Banyak itu bergerak dan menimbulkan retakan,” terangnya, Minggu (17/3/2024).
Agung juga mengungkapkan, sejumlah lahan persawahan mengalami retak, serta beberapa ruas tembok SD dan SMP Satu Atap Brau mengalami retakan.
“Selain itu juga menyebabkan tembok 10 rumah warga mengalami retakan,” ungkapnya.
Lebih lanjut Agung membeberkan, besaran retakan yang terjadi di tembok warga itu rata-rata sekitar 10 sampai 18 cm serta menyebabkan sejumlah ruas jalan ambles sekitar 20 hingga 30 cm.
Sedangkan untuk 10 rumah warga yang mengalami retakan itu di antaranya adalah rumah milik Sugiari, Ngarpai, Suparno, Mas’ud, Nurcahyo, Sukadi, Janib, Janip, Suliyan dan Isrofi.
“Untuk jalan yang ambles 20 hingga 30 centimeter, merupakan jalan desa yang sudah di aspal,” katanya.
Sebagai upaya awal penanganan bencana alam tanah gerak, pihaknya telah melakukan kaji cepat dan koordinasi dengan pihak-pihak terkait kemudian bersama dengan warga, dilakukan penutupan sementara jalan aspal yang retak.
“Dari hasil kajian cepat itu, kami, BPBD Kota Batu merekomendasikan untuk dilakukan relokasi area bangunan yang terdampak,” ucapnya.
Selain itu juga dilakukan alih fungsi kawasan menjadi daerah konservasi tangkapan air, dan kemudian melakukan rekayasa teknis penguatan struktur tanah agar pemanfaatan kawasan dengan melibatkan peneliti civitas akademi.
Perlu diketahui, berdasarkan hasil kajian yang telah dilakukan sebelumnya kawasan tersebut sudah tidak aman lagi untuk ditempati warga dan terjadi pada 2021 lalu. Bahkan EWS berbunyi hingga 17 kali dalam sehari.
Dari hal itu, akhirnya 16 KK di dusun tersebut diungsikan ke tenda darurat dan kediaman sanak saudara. Bahkan saat itu, Pemkot Batu membuatkan hunian sementara (huntara) untuk 16 KK terdampak. Selain itu juga akan membuatkan hunian tetap (huntap) di lokasi yang lebih aman.
Namun setelah tiga tahun berlalu, rencana pembuatan hunian tetap (huntap) untuk warga terdampak belum juga terealisasi karena berbagai persoalan. Seperti warga tidak mau dipindahkan ke lokasi yang jauh dari kediaman mereka saat ini, dan juga sulitnya Pemkot Batu mencari lahan yang aman dikawasan yang sama. (Dn)