Opini

Karnaval Agustusan: Pergeseran dari Patriotisme, Nostalgia dan Dentuman Musik

1572
×

Karnaval Agustusan: Pergeseran dari Patriotisme, Nostalgia dan Dentuman Musik

Share this article
Karnaval Agustusan: Pergeseran dari Patriotisme, Nostalgia dan Dentuman Musik
Husnul Hakim SY, MH.(foto:istimewa)

Sudutkota.id – Selamat datang bulan Agustus, bulan kemerdekaan Indonesia yang selalu diperingati sejak diproklamirkannya oleh proklamator Indonesia yakni Soekarno-Hatta. Perayaan kemerdekaan Indonesia yang selalu diwarnai oleh aktivitas masyarakat dengan berbagai kegiatan yang digelar secara gotong royong.

Dari desa hingga kota besar, gema “Dirgahayu” dipenuhi oleh semangat patriotisme dan kebersamaan. Bendera merah putih terpasang di setiap sudut desa dan kota sebagai bentuk rasa bangga atas kemerdekaan Indonesia.

Bulan Agustus telah tiba, dimana belakangan ini menjadi bulan yang penuh dengan dentuman musik keras di jalanan desa.

Peringatan hari kemerdekaan itu belakangan ini, minimal sejak dua tahun terakhir ini mengalami pergeseran. Fenomena baru menunjukkan pergeseran makna perayaan hari kemerdekaan Indonesia.

Dari karnaval yang mengedepankan elemen patriotik dan budaya tradisional, ke atraksi hiburan musik yang cenderung berisik dengan sound system besar dan musik keras yang lebih mirip konser malam dari pada peringatan sejarah nasional.

Ada pergeseran budaya dan cara dalam memperingati hari kemerdekaan Indonesia, terutama di desa-desa yang ada di Jawa Timur. Dimana karnaval yang digelar menyajikan sound system dalam truk dengan kapasitas besar dan dengan decible besar, hingga mengeluarkan suara keras yang cenderung membuat bergetar semua obyek yang ada di sekitarnya.

Dimana hal ini belakangan dikenal dengan sound horeg. Tidak hanya itu, sound system dengan kapasitas besar tersebut diputar musik koplo dan diiringi oleh tarian dari anak-anak muda mengikuti alunan musik tersebut. Tidak ada sama sekali alunan musik patriotik yang mengingatkan kita kepada perjuangan para pahlawan.

Transformasi Karnaval Patriotik dan Sound System

Dulu, karnaval Agustusan identik dengan parade pakaian adat, lagu kebangsaan, aksi teatrikal perjuangan dan alunan musik tradisional yang akan membawa kita membayangkan bagaimana perjuangan para pahlawan kita dalam merebut kemerdekaan.

Kini, perubahan itu nyata terlihat, musik dangdut koplo, EDM, dan genre “jedag‑jedug” lebih mendominasi festival jalanan dalam memperingati 17 Agustus.

Dentuman sound system yang dikenal sebagai sound horeg telah menjadi pusat perhatian, menggantikan semangat patriotik yang dulu melekat kuat di tengah-tengah masyarakat kita.

Komunitas sound system di berbagai daerah, khususnya Jawa Timur, memamerkan teknologi audio canggih dalam parade atau karnaval yang berlangsung dalam peringatan hari kemerdekaan. Ini dianggap sebagai ajang kompetisi tidak resmi, siapa paling “menggelegar” akan mendapat perhatian, tepuk tangan dan kehormatan dari masyarakat.

Dari Nasionalisme ke Hiburan Massa

Pergeseran ini tidak hanya soal musik, namun juga tentang makna. Alih-alih mengingat kembali perjuangan para pahlawan tentang kemerdekaan, sebagian besar masyarakat kini lebih tertarik pada sensasi dan hiburan. Karnaval berubah menjadi pesta visual dan suara, bukan sarana edukasi sejarah atau refleksi kebangsaan.

Beberapa opini kritis pun muncul akibat dampak dari pergeseran ini, yang menyoroti bahwa karnaval era teknologi digital hari ini kehilangan jati diri budaya Indonesia. Dentuman musik keras dan gerakan joget bahkan dinilai menjauhkan acara peringatan hari kemerdekaan dari nilai-nilai moral dan filosofi patriotisme dan nasionalisme, serta mengecilkan makna sakral dari perayaan kemerdekaan itu sendiri.

Peringatan hari kemerdekaan yang seharusnya sakral, penuh khidmat dan mengingatkan kita kepada jasa para pahlawan pejuang kemerdekaan, menjadi ajang hiburan massa yang jauh sama sekali dari makna perjuangan dan patriotisme.

Mengapa Pergeseran Ini Terjadi?

Pergeseran perayaan hari kemerdekaan ini terjadi bukan tanpa sebab. Beberapa faktor berkontribusi pada perubahan gaya perayaan Agustusan ini. Diantaranya adalah era teknologi digital dan media sosial, mempercepat penyebaran tren hiburan dan budaya. Termasuk sound system dan konten viral yang memengaruhi praktik sosial di tengah masyarakat.

Kedua, Gen Z dan milenial mencari identitas perayaan yang lebih ekspresif dan visual, dari pada parades formal. Dan juga kurangnya literasi tentang sejarah perjuangan pahlawan bangsa kepada mereka. Ini juga sangat berpengaruh besar terhadap Gen Z dan milenial.

Ketiga, komunitas dan industri lokal sound system memandang perayaan ini sebagai peluang untuk menunjukkan kreativitas teknologi di ruang publik, sekaligus memperluas jaringan komunitas mereka.

Beberapa faktor lain juga memberikan kontribusi atas pergeseran ini. Faktor ekonomi, citra pemimpin politik lokal, dan kebutuhan masyarakat akan hiburan murah namun meriah.

Bagaiman Dampak dari Pergeseran Ini?

Fenomena pergeseran budaya dan cara peringatan hari kemerdekaan ini tidak sepenuhnya negatif. Ada beberapa yang positif yang bisa dirunut dari proses dan pelaksanaan kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat, utamanya di desa-desa.

Yang pertama, sebagai perekat komunitas, masyarakat gotong royong. Bahkan rela iuran untuk pelaksanaan kegiatan, membangun panggung, mengatur panggung hingga jalannya acara. Hal ini menunjukkan solidaritas sosial yang kuat.

Kedua, aktivitas kreatif dan edukatif. Remaja dan anak muda belajar tentang bagaiman menggelar sebuah acara (event organizing), dan melakukan kolaborasi komunitas dalam skala lokal.

Ketiga, hiburan rakyat tanpa biaya. Masyarakat dari berbagai strata tetap bisa menikmati perayaan, tanpa membayar, tanpa ada tiket masuk masyarakat bisa menikmati hiburan rakyat.

Namun demikian, di sisi lain sejumlah dampak negatif juga muncul dari adanya kegiatan ini. Misalnya gangguan kebisingan, mengganggu warga sekitar, terutama lansia atau mereka yang sensitif terhadap suara keras.

Potensi ketegangan sosial, dalam euforia karnaval, gesekan antar-komunitas bisa terjadi, apalagi jika terjadi kompetisi tak resmi yang memanas.

Gangguan lalu lintas dan ketertiban umum. Karnaval yang menutup jalan utama bisa memicu kemacetan dan ketidaknyamanan publik. Perlu dilakukan antisipasi disetiap kegiatan, agar dampak negatif dapat diminimalisir.

Membangkitkan Kembali Esensi Peringatan Hari Kemerdekaan

Dari pergeseran budaya peringatan hari kemerdekaan yang telah terjadi ini, perlu adanya upaya untuk mengintegrasikan dalam kegiatan peringatan kemerdekaan antara nilai dan makna peringatan kemerdekaan yang patriotik dan menumbuhkan sikap nasionalisme dengan cara baru dalam peringatan kemerdekaan yang lebih modern.

Lalu bagaimana kita bisa menjaga keseimbangan antara hiburan modern digital dan nilai perjuangan sejarah?

Mau tidak mau kita harus mencari solusi atas hal ini, agar ada keseimbangan antara hiburan modern dan tetap ada makna dan nilai sejarah perjuangan dalam peringatan kemerdekaan Indonesia yang digelar di setiap bulan Agustus.

Beberapa hal yang harus dilakukan adalah, yang pertama, mengintegrasikan konten edukatif dalam karnaval, seperti diaraknya replika pahlawan atau pertunjukan drama perjuangan para pahlawan yang dikemas lebih modern.

Kedua, menetapkan tema patriotik yang memandu seluruh elemen acara baik musik, kostum, narasi acara, hingga pesan publik kepada warga.

Ketiga, melibatkan institusi pendidikan untuk menggelar pertunjukan yang memperkaya makna kemerdekaan secara interaktif tapi tidak mengabaikan kesakralan.

Keempat, mengatur level decibel sound system, menentukan zona karnaval yang tidak mengganggu lingkungan rumah atau fasilitas umum seperti rumah ibadah.

Mengapa Nostalgia Patriotisme Masih Penting?

Memperingati kemerdekaan bukan sekadar merayakan tanggal historis. Lebih dari itu, ini adalah respons terhadap nilai-nilai pengorbanan, keadilan, dan persatuan.

Masyarakat perlu diingatkan, bahwa para pahlawan berjuang dengan nyawa, bukan untuk dentuman musik dan tontonan tanpa makna. Patriotisme bukan soal riuh meriah, tetapi tentang kesadaran kolektif merawat keutuhan bangsa demi generasi mendatang.

Dan yang lebih penting lagi, generasi penerus bangsa ini tidak lupa akan perjuangan dan patriotisme para pahlawan kita dalam merebut kemerdekaan sehingga generasi hari ini dapat menikmati kemerdekaan.

Menyelaraskan Hiburan dan Makna Kemerdekaan

Agustusan di era teknologi digital belakangan ini memang mengalami pergeseran, dari parade patriotisme dan nasionalisme ke gelaran sound system yang penuh hiburan. Fenomena ini mencerminkan dinamika sosial budaya kita yang cepat berubah. Namun, perjalanan panjang kemerdekaan tetap perlu dirawat melalui refleksi dan cara-cara kreatif yang membawa makna turun ke akar rumput dan ke generasi penerus.

Peringatan hari kemerdekaan boleh kita rayakan dengan musik dan teknologi, asalkan kita tetap menjaga esensi perjuangan, menghargai nilai sejarah, dan mendidik generasi agar tidak lupa siapa kita dan dari mana kita datang. Karnaval diera teknologi digital modern boleh terus berkembang, namun semangat patriotisme dan nasionalisme sejati harus tetap menjadi inti peringatan kita.

Malang, 1 Agustus 2025
Penulis: Husnul Hakim SY, MH
– Dekan FISIP UNIRA Malang
– Pemerhati kebijakan, Hukum dan Sosial

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *