Sudutkota.id – Penolakan jalan tembus Perumahan Griyashanta dengan Jalan Candi Panggung Kota Malang tak bisa ditawar. Jadi harga mati. Ini ditegaskan Sugiharso, salah satu warga kepada sudutkota.id, Rabu (22/10/2025) siang.
Dia yang menjadi juru bicara warga Perumahan Griyashanta itu bahkan meminta agar Pemkot Malang berhati-hati saat mengambil keputusan, terkait polemik jalan tembus. “Jalan tembus ini proyek swasta dan tidak melibatkan anggaran pemerintah,” ujar dia.
“Kalau jalan tersebut belum diserahkan sebagai PSU kota, maka tidak bisa serta-merta diubah atau dibuka menjadi jalan umum. Ini harus jelas secara hukum. Ini PSU perumahan. Tidak bisa asal bongkar,” tegasnya.
Ia juga mengingatkan agar Pemkot Malang tidak mengulangi kesalahan seperti kasus lain yang pernah terjadi di masa pemerintahan sebelumnya. Sugiharso menyebut bila warga siap menempuh jalur hukum, termasuk melapor ke KPK, Kejaksaan Agung dan Mabes Polri.
Bahkan, akunya, warga siap melawan hingga Komnas HAM, bila ada indikasi pelanggaran dalam penanganan kasus ini. “Kalau sampai ada korban, kami akan melapor ke Komnas HAM. Kami juga siap ke Jakarta untuk mencari keadilan,” tegasnya.
Satpol PP Kota Malang sendiri telah mengeluarkan Surat Peringatan Pertama (SP1) tertanggal 16 Oktober 2025 kepada Ketua RW 12 Kelurahan Mojolangu, Jusuf Thojib. Dalam surat tersebut, warga diminta melakukan pembongkaran tembok secara mandiri dalam waktu tujuh hari.
Artinya, batas waktu pembongkaran akan berakhir pada 23 Oktober 2025. Apabila peringatan pertama tidak diindahkan, Satpol PP berencana menerbitkan SP2 hingga SP4 dengan tenggat waktu masing-masing tiga hari, dua hari, dan satu hari sebelum dilakukan tindakan tegas.
“Artinya, kalau Pemkot Malang sampai berani membongkar tembok pembatas itu, kami akan gugat dan melaporkan ke KPK, Kejaksaan Agung hingga Mabes Polri. Termasuk dugaan adanya intimidasi terhadap warga,” tutup salah satu tokoh masyarakat Perumahan Griyashanta itu.