Featured

Rumah Bela Vista, Jejak Arsitektur Kolonial dan Tapak Langkah Soekarno di Jantung Kota Malang

107
×

Rumah Bela Vista, Jejak Arsitektur Kolonial dan Tapak Langkah Soekarno di Jantung Kota Malang

Share this article
tengah padatnya lalu lintas Jalan Gajah Mada, Kelurahan Kiduldalem, Kecamatan Klojen, berdiri sebuah bangunan tua yang mencuri perhatian. Bangunan itu dikenal warga sebagai Rumah Bela Vista, saksi bisu perjalanan sejarah Kota Malang yang perlahan terlupakan, meski menyimpan cerita besar tentang masa lalu negeri ini.
Rumah Bela Vista bukan sekadar rumah tua biasa. Bangunan bergaya Indische ini dulunya merupakan rumah percontohan pada masa penjajahan Belanda.(foto:sudutkota.id/mit)

Sudutkota.id – Di tengah padatnya lalu lintas Jalan Gajah Mada, Kelurahan Kiduldalem, Kecamatan Klojen, berdiri sebuah bangunan tua yang mencuri perhatian. Bangunan itu dikenal warga sebagai Rumah Bela Vista, saksi bisu perjalanan sejarah Kota Malang yang perlahan terlupakan, meski menyimpan cerita besar tentang masa lalu negeri ini.

Rumah Bela Vista bukan sekadar rumah tua biasa. Bangunan bergaya Indische ini dulunya merupakan rumah percontohan pada masa penjajahan Belanda. Arsitekturnya menggabungkan elemen tropis khas Hindia Belanda dengan desain Eropa yang fungsional. Beratap limasan besar dengan genteng tanah liat, dinding tebal, dan jendela berdaun ganda, rumah ini dibangun untuk menyesuaikan iklim tropis namun tetap menampilkan kemegahan kolonial.

Tak hanya itu, rumah ini juga dipercaya pernah disinggahi Presiden pertama Republik Indonesia, Ir. Soekarno, dalam salah satu lawatannya ke Malang. Meski dokumentasi resmi tidak banyak ditemukan, warga sekitar meyakini kehadiran Soekarno di rumah ini terjadi menjelang masa kemerdekaan. Beberapa orang tua di lingkungan setempat bahkan menyebutkan bahwa kedatangan Bung Karno sempat menjadi peristiwa penting yang dikenang hingga kini.

Kini, Rumah Bela Vista tampil dalam wajah yang sangat berbeda. Beberapa bagian bangunan mulai rusak: lantainya retak, atapnya keropos, dan dindingnya dipenuhi mural warna-warni karya seniman jalanan.

Baca Juga :  Quo Vadis IKAPMII? Catatan Kritis Menjelang Munas

Di halaman rumah yang luas, motor-motor parkir bersisian dengan meja kayu sederhana tempat anak muda nongkrong sambil menyeruput kopi sachet. Sebagian sisi rumah bahkan digunakan sebagai tempat usaha kecil seperti warung kopi dan ruang komunitas seni.

“Dulu ini rumah elit, penuh wibawa. Tapi sekarang, ya jadi tempat kumpul anak muda. Seru sih, tapi juga sedih lihat kondisinya,” ujar Darto (67), warga sekitar yang mengaku sejak kecil tinggal di lingkungan itu.

Secara administratif, Rumah Bela Vista belum tercatat sebagai bangunan cagar budaya resmi oleh Pemerintah Kota Malang. Namun banyak pihak menilai bangunan ini layak dilindungi karena nilai sejarah, arsitektur, dan sosialnya yang tinggi. Terlebih, lokasinya berada di kawasan bersejarah Klojen, hanya selemparan batu dari alun-alun kota, menjadikannya sangat strategis untuk dikembangkan sebagai pusat sejarah dan kebudayaan urban.

Pemerhati sejarah lokal dan komunitas heritage pun mulai angkat suara, mendesak pemerintah agar segera menetapkan Rumah Bela Vista sebagai bagian dari warisan budaya kota.

“Malang punya banyak bangunan bersejarah, tapi tanpa perlindungan hukum, semuanya bisa lenyap. Rumah ini bukan hanya tentang tembok dan genteng, tapi tentang narasi besar bangsa ini,” kata Iqbal Rahman, peneliti sejarah perkotaan dari Universitas Negeri Malang.

Baca Juga :  Pembelian di Pasar Tradisional Sepi, DPRD Desak Pemkot Malang Lakukan Ini

Di sisi lain, warga dan komunitas seni melihat rumah ini sebagai ruang hidup yang dinamis. Mural-mural di dinding bukan sekadar corat-coret, melainkan ekspresi atas keterbukaan ruang publik. Namun, tanpa pengelolaan yang terarah, nilai historis bangunan justru terancam hilang.

“Bisa kok, digabung. Dijadikan ruang seni berbasis sejarah. Ada galerinya, ada tempat diskusinya, ada dokumentasi tentang masa lalunya. Jadi gak sekadar tempat nongkrong,” ujar Rani, aktivis komunitas seni visual Malang.

Hingga kini, belum ada kejelasan dari Pemerintah Kota Malang mengenai arah pemanfaatan maupun upaya pelestarian Rumah Bela Vista. Padahal, dengan pendekatan kreatif dan kolaboratif, bangunan ini bisa menjadi ikon baru—simbol pertemuan antara sejarah, seni, dan ruang publik yang hidup.

Di tengah derasnya arus modernisasi, Rumah Bela Vista berdiri nyaris tanpa suara. Namun lantai batunya yang retak, jendelanya yang lapuk, dan mural di dindingnya terus berbisik: tentang masa lalu yang agung, tentang Soekarno dan perlawanan, tentang kota yang semestinya tak melupakan akar sejarahnya.(mit)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *