Sudutkota.id – Rencana pembangunan gedung baru DPRD Kota Batu yang sempat disebut-sebut sebagai istana bagi wakil rakyat akhirnya kandas di tengah derasnya gelombang penolakan publik. Proyek senilai Rp 70 Miliar itu resmi dibatalkan oleh Pemerintah Kota Batu, setelah dinilai tak sejalan dengan semangat efisiensi anggaran dan keadilan sosial.
Wakil Wali Kota Batu, Heli Suyanto, memastikan pembangunan tidak akan dilanjutkan. Ia menegaskan, pemerintah lebih memilih mengalihkan fokus pada program yang memberikan dampak nyata bagi masyarakat luas.
“Gak jadi (pembangunan gedung DPRD, red). Karena efisiensi anggaran dan kami prioritaskan untuk program-program masyarakat terlebih dahulu,” ujar Heli, Kamis (9/10/2025).
Heli menyebut, langkah itu juga mempertimbangkan kondisi fiskal Kota Batu yang tengah menyesuaikan diri dengan penurunan dana transfer pusat. Saat ini, Pemkot masih menunggu hasil kajian forensik terhadap bangunan DPRD yang lama sebelum memutuskan langkah perbaikan.
“Kita tunggu dulu hasil kajiannya. Apakah cukup direnovasi atau perlu tindakan lain. Sementara tidak ada pembangunan apapun,” imbuhnya.
Wacana pembangunan gedung baru DPRD sejatinya muncul dalam KUA-PPAS 2026, dan sempat disetujui bersama antara DPRD dan Pemkot Batu pada pertengahan September lalu.
Namun, rencana itu langsung memantik reaksi keras dari publik yang menilai anggaran sebesar itu tidak pantas di tengah kondisi ekonomi yang belum pulih sepenuhnya.
Ketua Dewan Kesenian Kota Batu (DKKB), Sunarto, termasuk yang lantang bersuara. Ia menyebut rencana itu sebagai bentuk ketimpangan prioritas di tengah banyaknya fasilitas publik yang terbengkalai.
“Gedung DPRD masih bagus. Kalau cuma buat rapat dan ngopi, tak perlu bangun baru. Kami para seniman justru berjuang karena gedung kesenian kami jauh lebih memprihatinkan,” katanya beberapa waktu lalu.
Nada penolakan juga datang dari aktivis HAM asal Batu, Suciwati, yang menilai langkah DPRD mengusulkan pembangunan gedung baru menunjukkan rendahnya empati terhadap rakyat.
“Namanya wakil rakyat, tapi kok justru ingin memisahkan diri dari rakyat. Harusnya berpikir bagaimana membangun universitas atau lapangan kerja, bukan bangunan mewah,” ujarnya.
Dari sudut pandang akademis, Dr. M. Lukman Hakim, dosen FISIP Universitas Brawijaya, menilai proyek itu tidak memiliki urgensi dan justru bisa memperlebar defisit anggaran daerah.
“Kalau gedung DPRD jadi dibangun, defisit 2026 bisa mencapai Rp75 Miliar. Tapi kalau dibatalkan, defisit hanya sekitar Rp5 Miliar. Ini jelas langkah efisiensi yang rasional,” paparnya.
Menurutnya, dana sebesar Rp70 Miliar lebih tepat digunakan untuk program publik, seperti peningkatan layanan kesehatan hingga ke desa dan kelurahan, atau program beasiswa seribu sarjana bagi anak muda Batu.
“Dana itu bisa jadi investasi jangka panjang untuk membangun SDM unggul di Batu. Karena tanpa pendidikan dan kesehatan yang kuat, pembangunan fisik sebesar apapun tidak akan berarti,” tuturnya.