Daerah

Mahasiswa Bawa Kendaraan dari Tempat Asal, Kota Malang yang Menanggung Beban Daerah

19
×

Mahasiswa Bawa Kendaraan dari Tempat Asal, Kota Malang yang Menanggung Beban Daerah

Share this article
Mahasiswa Bawa Kendaraan dari Tempat Asal, Kota Malang yang Menanggung Beban Daerah
Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Malang, Handi Priyanto.(foto:istimewa)

Sudutkota.id – Kota Malang menyimpan potensi pajak raksasa yang selama ini bocor ke luar daerah. Sumbernya? ribuan kendaraan pribadi milik mahasiswa dari berbagai penjuru Indonesia yang lalu-lalang di jalanan kota, namun nyaris tak memberi kontribusi ke kas daerah.

Tahun 2025 ini, Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Malang menargetkan penerimaan dari sektor Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) sebesar Rp 186 Miliar. Tapi sejauh ini, hingga Mei 2025, capaiannya masih sekitar Rp 70,8 Miliar, dengan PKB Rp 48,7 Miliar dan BBNKB Rp 22,1 Miliar.

Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Malang, Handi Priyanto, menyebut bahwa potensi penerimaan dari sektor ini jauh lebih besar. Salah satu ladang potensial adalah kendaraan milik mahasiswa, yang jumlahnya mencapai ratusan ribu.

“Dari sekitar 800 ribu mahasiswa yang belajar di Kota Malang, kami perkirakan setidaknya setengahnya membawa kendaraan pribadi dari luar daerah,” kata Handi, Kamis (12/6/2025) saat diwawancarai awak media.

Hitung-hitungannya sederhana tapi mencengangkan. Jika 400 ribu kendaraan itu masing-masing menyumbang pajak sekitar Rp 1 Juta per tahun, potensi yang bisa digarap mencapai Rp 400 Miliar. Lebih dari dua kali lipat target penerimaan resmi tahun ini.

Baca Juga :  Komisi C DPRD Kota Malang Ajak BKAD Terjun ke Masyarakat Soal Hak Sewa Tanah dan Sertifikat Tanah

Namun, mayoritas kendaraan mahasiswa masih memakai pelat nomor luar daerah seperti DK (Bali), DA (Kalimantan Selatan), F (Bogor), hingga B (Jakarta). Alhasil, pembayaran pajaknya tak tercatat di Kota Malang, melainkan di daerah asal kendaraan.

“Ini menjadi tantangan kami, karena belum ada aturan yang mewajibkan mahasiswa untuk balik nama kendaraan ke alamat kos atau domisili sementaranya di Malang,” jelas Handi.

Pemkot Malang tak bisa bertindak bebas. Kewenangan pengelolaan pajak kendaraan berada di bawah Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Artinya, meski Kota Malang ingin memberi insentif, seperti pembebasan denda pajak saat HUT Kota, hal itu tidak bisa dilakukan sepihak.

“Misalnya kami ingin gratiskan denda pajak kendaraan khusus warga Malang di bulan tertentu, itu tidak bisa. Harus berlaku se-Jawa Timur,” tegas Handi.

Karena itu, langkah yang kini ditempuh adalah mengedepankan sosialisasi. Tim Bapenda mulai turun ke tingkat RW, menyasar warga agar taat membayar pajak. Untuk kalangan mahasiswa, Pemkot berharap ada kolaborasi aktif dari pihak kampus.

“Kami berharap forum rektor bisa ikut terlibat. Minimal mengimbau mahasiswa agar balik nama kendaraan mereka ke alamat domisili di Malang,” imbuhnya.

Bukan hanya soal uang. Menurut Handi, balik nama kendaraan juga akan memperbaiki data kependudukan dan domisili, yang penting untuk perencanaan layanan publik, dari transportasi, keamanan, hingga penanganan darurat.

Baca Juga :  Meski Telah Lewati Libur Lebaran, Pendapatan Parkir di Kota Batu Lesu, Dishub Beberkan Sebabnya

Data Bapenda menyebutkan bahwa tingkat kepatuhan pembayaran pajak kendaraan di Kota Malang masih di bawah 60 persen. Artinya, sekitar 4 dari 10 kendaraan yang berkeliaran di jalanan kota ini belum membayar pajak sesuai ketentuan.

Angka ini menyisakan potensi penerimaan ratusan Miliar Rupiah yang selama ini menguap begitu saja. Ironisnya, Kota Malang tetap harus menanggung dampak kehadiran kendaraan luar daerah. Seperti, kemacetan, polusi, beban jalan, dan layanan publik lain.

“Jalan rusak, parkir padat, konsumsi BBM naik — tapi pajaknya justru lari ke daerah asal kendaraan,” ujar seorang pemerhati kebijakan fiskal daerah yang enggan disebutkan namanya.

Kondisi ini menjadi dilema klasik kota pendidikan. Antara menjadi tuan rumah yang baik, atau mulai menagih kontribusi nyata dari para pendatang. Kota Malang tampaknya masih mencari titik temu.

“Balik nama bukan soal memaksa. Tapi soal keadilan fiskal. Kalau kendaraan dipakai harian di Malang, ya sudah sepatutnya kontribusi pajaknya juga untuk Malang,” kata Handi.(mit)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *