Daerah

Komisi D DPRD Kota Malang Desak Pengawasan Ketat Dapur Penyedia Makanan Sekolah

106
×

Komisi D DPRD Kota Malang Desak Pengawasan Ketat Dapur Penyedia Makanan Sekolah

Share this article
Komisi D DPRD Kota Malang Desak Pengawasan Ketat Dapur Penyedia Makanan Sekolah
Suryadi, anggota Komisi D DPRD Kota Malang, saat diwawancarai sudutkota.id di ruang kerjanya, Selasa (30/9/2025).(foto:sudutkota.id/mit)

Sudutkota.id – Maraknya kasus keracunan makanan di sejumlah daerah dalam beberapa waktu terakhir menimbulkan keresahan publik, termasuk di Kota Malang. Perhatian kini tertuju pada kualitas dan kelayakan dapur penyedia makanan yang menyalurkan konsumsi untuk siswa di sekolah.

Anggota Komisi D DPRD Kota Malang, Suryadi, menegaskan perlunya pengawasan yang lebih ketat terhadap lembaga penyedia makanan, agar tidak menimbulkan risiko kesehatan bagi peserta didik. Menurutnya, kepercayaan masyarakat terhadap program pemerintah terkait pemenuhan gizi anak sekolah bisa runtuh bila kasus serupa tidak dicegah.

“Ini kan bagian dari teras kepercayaan. Kalau akhir-akhir ini muncul kasus keracunan, lembaga penyedia makanan jelas harus bertanggung jawab. Proses supply, dapurnya di mana, seperti apa kelayakannya, itu semua harus jelas. Jangan sampai hanya formalitas, padahal risikonya ditanggung anak-anak sekolah,” kata Suryadi, Selasa (30/9/2025).

Suryadi mengakui, tidak jarang pihak sekolah bersikap hati-hati, bahkan terkesan menunda kerja sama dengan lembaga penyedia makanan. Menurutnya, hal itu sangat wajar karena sekolah adalah pihak yang paling dekat dengan para siswa, sehingga harus memastikan keamanan makanan sebelum didistribusikan.

“Kalau pihak sekolah menanyakan detail kondisi dapur penyedia, itu bukan berarti menolak program pemerintah. Justru mereka ingin memastikan agar tidak terjadi hal-hal yang membahayakan murid. Jadi sikap hati-hati itu sah-sah saja,” tegasnya.

Lebih lanjut, Suryadi menekankan pentingnya penerbitan Surat Higiene Laik (SHL) atau Surat Laik Higiene Sanitasi (SLHS) sebagai syarat mutlak sebelum dapur penyedia makanan dioperasikan. Ia menegaskan, pemerintah tidak boleh memberikan kelonggaran terhadap dapur atau koperasi sekolah yang belum mengantongi dokumen tersebut.

“Dinas Kesehatan harus memperketat penerbitan SHL. Kalau perlu lebih selektif dan ketat, agar betul-betul menjamin dapur penyedia itu layak. Tanpa SHL, jangan sampai ada yang beroperasi. Karena dampaknya langsung ke generasi bangsa ke depan,” ujarnya.

Menurutnya, penerbitan SHL baru bisa dilakukan jika seluruh standar dan perlengkapan sudah terpenuhi. Bila tidak lengkap, maka dapur penyedia belum bisa disebut layak dan otomatis tidak boleh menyuplai makanan untuk siswa.

Suryadi juga mengingatkan agar tidak ada praktik asal menunjuk dapur atau koperasi sekolah sebagai penyedia makanan tanpa audit mendalam. Prosedur standar harus diberlakukan, mulai dari pengecekan lokasi dapur, sumber bahan baku, proses pengolahan, hingga penyimpanan makanan.

“Harapannya jangan sampai dapur-dapur atau koperasi yang belum siap tapi sudah jalan. Semua harus lengkap dulu baru bisa dioperasikan. Karena yang jadi korban nanti adalah murid-murid kita,” katanya menegaskan.

Ia berharap pemerintah daerah, khususnya lintas instansi seperti Dinas Pendidikan dan Dinas Kesehatan, bisa bekerja sama lebih solid dalam melakukan pengawasan. Sebab, persoalan makanan sekolah bukan hanya urusan teknis distribusi, tetapi juga menyangkut kesehatan dan masa depan generasi penerus bangsa.

“Kalau semua prosedur dilakukan detail dan lengkap, termasuk adanya SHL, maka kepercayaan masyarakat akan program pemerintah tetap terjaga, dan risiko keracunan bisa diminimalisir,” pungkas Suryadi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *