Sudutkota.id – Terkait polemik rangkap jabatan Djoni Sudjatmoko sebagai Ketua Umum Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Kota Malang sekaligus Direktur Utama Perusahaan Daerah (PD) Jasa Yasa Kabupaten Malang, terus menuai sorotan.
Meski telah didesak banyak pihak untuk mundur, toh Djoni sepertinya tak bergeming dengan hal itu. Ia malah terkesan terus mempertahankan jabatan-jabatannya itu. Karena keduanya adalah jabatan strategis yang tak hanya berpotensi mendapat keuntungan materi, tapi juga kekuasaan.
Sebagai ketua Umum KONI Kota Malang, Djoni bakal mengelola minimal Rp. 9 Miliar dari hibah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Belum lagi jika ada even-even olah raga yang digelar melalui KONI.
Informasi yang diterima sudutkota.id, awal tahun depan KONI Kota Malang bakal menerima kucuran dana senilai Rp. 51 Miliar untuk menggelar even olahraga. Karena Kota Malang ditunjuk sebagai tuan rumah penyelenggaraannya.
Belum lagi soal pengelolaan sejumlah tempat wisata di Kabupaten Malang yang dikelola oleh PD Jasa Yasa. Yang mana Djoni adalah direktur utamanya. Seperti Pantai Balekambang, Pantai Ngliyep, Hotel Songgoriti di Kota Batu, dan beberapa tempat lain.
Keberadaan Djoni bisa menduduki dua jabatan strategis sekaligus ternyata tak luput dari peran serta Wahyu Hidayat. Seperti diketahui Wahyu pernah menjabat sebagai Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Malang, kemudian jadi Pelaksana Jabatan (Pj) Walikota Malang. Dan kini jadi Calon Walikota Malang.
Perkenalan Wahyu Hidayat dengan Djoni dari informasi yang diterima sudutkota.id berawal dari seringnya Pemkab Malang menggelar acara di Kafe NK milik Djoni. Dimungkinkan dari situlah kedekatan mereka terbangun. Hingga berlanjut sampai saat ini.
Termasuk dukungan Partai Gerindra Kota Malang untuk mencalonkan Wahyu Hidayat sebagai Calon Walikota Malang. Sangat dimungkinkan ada peran serta Djoni disana. Karena Djoni ternyata juga menduduki posisi sebagai Dewan Penasehat Partai Gerindra Kota Malang. Sekaligus berperan sebagai aktor utama dalam Tim Pemenangan Pasangan Wahyu Hidayat-Ali Mutohirin (WALI).
Digali dari beberapa sumber diketahui, Djoni juga punya hubungan kekerabatan dengan mantan Wakil Kapolri Komisaris Jenderal Polisi (Purn.) Dr. (H.C.) Drs. Syafruddin Kambo, M.Si. Hal inilah yang sangat memungkinkan Djoni punya bergaining yang cukup diperhitungkan di Malang Raya.
Sayang hingga kini Djoni masih belum juga memberikan statemennya terkait rangkap jabatan yang dipegangnya saat ini. Meski sudah dimintai keterangan melalui kontak WhatsApp nya, namun tetap tidak ada jawaban.
Seperti beritakan sebelumnya, Achmad Hussairi SH, MH, praktisi hukum asal Kabupaten Malang mengatakan, jika pejabat publik atau struktural duduk dalam kepengurusan KONI, maka dengan wibawa yang melekat pada jabatannya itu, dapat memperlancar pengumpulan dana.
Namun, Sebaliknya keterlibatan pejabat publik atau struktural dapat menyebabkan terkendalanya kemandirian KONI. Serta mengganggu efektifitas pejabat itu sendiri dalam melaksanakan tugas pokoknya.
Disamping itu, terbuka juga kemungkinan terjadinya penyalahgunaan fungsi KONI untuk kepentingan pribadi pejabat yang bersangkutan. Oleh sebab itu, menurut Hussairi, sebaiknya Djoni mundur dari salah satu jabatan yang sedang dipegangnya saat itu.
“Ya sebaiknya yang bersangkutan harus legowo mundur dari salah satu jabatannya. Dari pada nanti akan menimbulkan masalah,” tegas Hussairi, yang juga seorang advokat ini, pekan lalu.
Dibagian lain, Arief Wahyudi, anggota DPRD Kota Malang juga menyatakan, jika rangkap jabatan itu melanggar aturan atau tidak sesuai dengan regulasi, sebaiknya yang bersangkutan segera mengundurkan diri.
Kalau pun hal itu tidak melanggar aturan, tapi dinilai secara etika, menurut Politisi PKB ini, Djoni tidak memiliki etika. Karena sudah memegang posisi Ketua KONI Kota Malang, tapi dia masih menerima jabatan sebagai Direktur Umum PD Jasa Yasa Kabupaten Malang.
Belum lagi posisinya saat ini yang diketahui bahwa Djoni adalah Tim Pemenangan salah satu Pasangan Calon Walikota – Wakil Walikota Malang. Hal tersebut semakin menunjukkan kalau etikanya tidak ada sama sekali.
“Sehingga menurut saya kalau tidak mau mundur, ya biar dimundurkan oleh pihak Pemkab Malang. Kan dia jabatannya sebagai pejabat daerahnya di Kabupaten Malang,” pungkas Arief, saat dimintai komentarnya oleh wartawan.
Selain Arief, menurut Eryk Armando Talla, aktivis sekaligus pemerhati Tata Kelola Pemerintahan mengatakan, fenomena adanya rangkap jabatan itu akan menimbulkan konflik kepentingan. Sehingga mengakibatkan tidak optimalnya pejabat terkait dalam menjalankan tugas dan fungsinya.
“Bahwa rangkap jabatan yang menjadi fenomena pada struktur BUMD (Badan Usaha Milik Daerah) dan organisasi olahraga dalam hal ini KONI, menurut saya kurang elok, hal ini akan menimbulkan konflik kepentingan dan mengakibatkan salah satu bidang menjadi terkalahkan,” tandas Eryk.
Ketidakoptimalan seseorang dalam menjalankan tugas dan fungsinya itu, menurut Eryk, adalah dampak kerusakan paling ringan yang timbul atas adanya rangkap jabatan.
“Padahal atas rangkap jabatan tersebut akan menimbulkan konsekuensi fasilitas yang melekat atas jabatan tersebut, maka pemanfaatan fasilitas ini wajib diawasi, agar tidak menimbulkan potensi kerugian kepada keuangan negara atau daerah,” tegas Eryk.
Dicontohkannya, potensi kehadiran seorang pejabat publik yang memiliki rangkap jabatan pada rapat-rapat guna pengambilan keputusan tertentu, pasti akan terganggu. “Oleh sebab itu, moralitas pejabat yang bersangkutan perlu kita pertanyakan,” pungkas Eryk.(SW)