Sudutkota.id – Ketua Komisi B DPRD Kota Malang, H. Bayu Rekso Aji, angkat bicara terkait pembongkaran tembok pembatas Perumahan Griya Shanta, Kelurahan Mojolangu, Kecamatan Lowokwaru, yang dilakukan oleh sekelompok oknum tanpa kejelasan legalitas.
Saat diwawancarai sudutkota.id, Jumat (19/12/2025), Bayu menegaskan bahwa secara prinsip Prasarana, Sarana, dan Utilitas (PSU) perumahan tersebut diduga kuat telah diserahkan oleh pengembang kepada Pemerintah Kota Malang sejak lama, sehingga berpotensi masuk sebagai aset tetap daerah.
“Kalau informasi yang saya terima dari pemerintah kota, PSU Griya Shanta itu sudah lama diserahkan. Artinya secara prinsip sudah menjadi aset Pemkot Malang. Jalan-jalannya pasti sudah, tetapi untuk tembok ini memang perlu dipastikan lagi secara administratif, apakah sudah tercatat di PKA atau masih berada di OPD teknis,” ujar Bayu.
Bayu menjelaskan, mekanisme penyerahan PSU perumahan memang melibatkan beberapa OPD. Proses administrasinya bisa berada di OPD teknis, sementara pencatatan aset akhirnya dilakukan oleh BKAD. Meski demikian, ia menilai usia penyerahan PSU yang sudah cukup lama menjadi indikator kuat bahwa aset tersebut telah menjadi tanggung jawab Pemkot.
“Kalau melihat waktunya, ini sudah lama sekali diserahkan. Maka logikanya, itu sudah menjadi aset tetap pemerintah kota. Soal tercatatnya di mana, itu nanti bisa kita telusuri bersama BKAD. Tapi yang jelas, ini bukan lagi aset pengembang,” tegasnya.
Terkait pembongkaran, Bayu mengingatkan bahwa aset pemerintah tidak boleh dirusak atau dibongkar oleh pihak mana pun tanpa dasar hukum yang sah, termasuk tanpa perintah pengadilan.
Ia menyinggung fakta bahwa sebelumnya Satpol PP Kota Malang pun tidak berani melakukan pembongkaran karena masih menunggu kejelasan hukum.
“Kalau Satpol saja tidak berani karena masih proses hukum, lalu tiba-tiba ada sekelompok orang yang datang dan langsung merobohkan tembok, ini patut dipertanyakan. Atas dasar apa? Mengatasnamakan siapa? Ini yang harus dijelaskan secara terang ke publik,” katanya.
Bayu menilai kejadian tersebut menunjukkan lemahnya komunikasi dan pengelolaan konflik antara pemerintah dan warga. Ia mendorong Wali Kota Malang, Wahyu Hidayat untuk turun langsung dan membuka ruang dialog yang lebih intensif.
“Jangan pakai pendekatan saling kuat-kuatan. Pemerintah harus hadir, duduk bersama warga, mendengarkan. Ini menyangkut masyarakat kita sendiri. Kalau hanya pendekatan teknis tanpa dialog, konflik seperti ini akan terus berulang,” ujarnya.
Menurut Bayu, hingga saat ini yang belum maksimal dilakukan adalah upaya mempertemukan semua pihak dalam satu meja, termasuk warga, OPD teknis, Satpol PP, dan jajaran eksekutif.
“Yang dibutuhkan sekarang itu sebenarnya duduk bareng. Bukan hanya rapat internal elit. Libatkan warga, dengarkan keluhannya, baru ambil keputusan. Itu jauh lebih menenangkan masyarakat,” imbuhnya.
Bayu juga menegaskan, apabila nantinya terbukti tembok tersebut merupakan aset Pemkot Malang dan dibongkar tanpa kewenangan resmi, maka harus ada langkah hukum dan administratif yang tegas.
“Kalau itu aset Pemkot dan dirusak bukan atas perintah pemerintah, ya tidak boleh dibiarkan. Harus ada langkah jelas, karena ini menyangkut wibawa pemerintah daerah dan perlindungan aset negara,” pungkasnya.
Komisi B DPRD Kota Malang, lanjut Bayu, akan melakukan koordinasi lanjutan dengan BKAD dan OPD terkait untuk memastikan status aset tembok Griya Shanta serta mendorong Pemkot mengambil langkah yang adil dan transparan.




















