Sudutkota.id – Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Malang menyampaikan kecaman keras terhadap salah satu tayangan di stasiun televisi nasional TRANS7 yang dianggap telah melecehkan martabat santri, kiai, dan lembaga pesantren.
Tayangan tersebut dinilai tidak hanya melanggar etika penyiaran, tetapi juga mencederai nilai-nilai keagamaan yang dijunjung tinggi masyarakat pesantren.
“Kami melihat ini bukan sekadar hiburan yang keliru, tapi penghinaan terhadap simbol-simbol keagamaan,” tegas Ketua PCNU Kabupaten Malang, KH. Hamim Kholili, di aksi damai yang digelar di halaman Mapolres Malang, Jum’at (17/10/25).
PCNU Kabupaten Malang menilai tayangan tersebut menampilkan narasi dan visual yang menyudutkan kalangan pesantren secara terang-terangan. Menurut mereka, isi program itu berpotensi menimbulkan kebencian terhadap lembaga keagamaan Islam tradisional yang selama ini berperan penting dalam menjaga moral bangsa.
“Pesantren itu benteng moral bangsa, bukan bahan olok-olokan di televisi,” ujar KH. Hamim Kholili.
KH. Hamim menjelaskan, tindakan yang dilakukan pihak TRANS7 telah melanggar berbagai regulasi penyiaran, termasuk Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, Kode Etik Jurnalistik Dewan Pers, serta Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) dari KPI.
“Kalau media tidak taat etika, maka yang rusak bukan hanya reputasi lembaga, tapi juga akal sehat publik,” ucapnya.
Sebagai bentuk tanggung jawab moral, PCNU Kabupaten Malang menuntut pemilik TRANS7, Chairul Tanjung, datang langsung dan meminta maaf kepada KH. Anwar Mansur di Pondok Pesantren Lirboyo, serta menyampaikan permohonan maaf terbuka kepada publik.
“Permintaan maaf tidak cukup lewat tulisan, harus datang langsung sebagai bentuk penghormatan kepada kiai dan pesantren,” tegas KH. Hamim Kholili.
Selain itu, PCNU juga mendesak Dewan Pers dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) segera mengambil langkah hukum dan etik terhadap TRANS7. Mereka menuntut agar sanksi tegas dijatuhkan kepada pihak yang bertanggung jawab atas tayangan tersebut.
“KPI dan Dewan Pers jangan diam, ini momentum untuk menegakkan marwah penyiaran yang bermartabat,” kata KH. Hamim.
Lebih jauh, PCNU Kabupaten Malang mendorong aparat penegak hukum untuk menindaklanjuti kasus ini dengan dasar hukum yang jelas, termasuk KUHP dan UU ITE, karena mengandung unsur ujaran kebencian terhadap kelompok keagamaan.
“Kalau hukum ditegakkan, masyarakat akan belajar bahwa kebebasan berekspresi tidak boleh menabrak moral dan agama,” tutur KH. Hamim Kholili.
Di akhir pernyataannya, KH. Hamim menegaskan bahwa NU tidak akan tinggal diam terhadap segala bentuk pelecehan terhadap kiai dan santri. Ia juga menginstruksikan kepada seluruh kader NU di Kabupaten Malang untuk menjaga ketertiban, namun tetap bersatu dalam memperjuangkan kehormatan pesantren.
“Kami bukan hanya membela pesantren, tapi juga membela akal sehat dan nurani bangsa,” pungkas KH. Hamim Kholili.