Sudutkota.id – Sejumlah wali murid SMK Negeri 1 Kepanjen menyampaikan keluhan terkait adanya sumbangan rutin sekolah sebesar Rp250 Ribu per bulan. Menurut mereka, sumbangan yang seharusnya bersifat sukarela kini terasa seperti kewajiban yang harus dilunasi.
“Namanya sumbangan kan tidak wajib, tapi ini kok jadi seperti kewajiban kalau telat malah dobel harus dilunasi,” ujar salah satu wali murid berinisial MC, Sabtu (20/9/2025).
MC menambahkan, kondisi ini menimbulkan keresahan di kalangan orang tua murid, terutama yang memiliki keterbatasan ekonomi. Ia berharap pihak sekolah bisa lebih bijak dalam menyikapi permasalahan iuran agar tidak membebani siswa maupun orang tua.
“Kalau memang sumbangan, harusnya seikhlasnya, jangan sampai ada tekanan bagi yang tidak mampu,” katanya.
Menanggapi hal itu, Kepala SMK Negeri 1 Kepanjen, Lasmono, menegaskan bahwa pihak sekolah belum memberlakukan iuran bagi siswa baru kelas 10. Menurutnya, kebijakan terkait sumbangan masih menunggu keputusan resmi dari pemerintah provinsi.
“Kami belum mengumpulkan iuran untuk kelas 10 karena masih menunggu Pergub (Peraturan Gubernur Jatim) yang sedang digodok di BPN,” terang Lasmono.
Lasmono menegaskan bahwa sumbangan yang ada di sekolah murni bersifat sukarela. Tidak ada kewajiban ataupun paksaan bagi orang tua untuk membayar sesuai jumlah tertentu.
“Sumbangan itu berdasarkan kemampuan masing-masing, bahkan banyak siswa yatim dan kurang mampu yang dibebaskan sama sekali,” jelasnya.
Pihak sekolah juga membantah adanya praktik penahanan ijazah karena persoalan tunggakan sumbangan. Menurut Lasmono, ijazah siswa selalu diberikan tanpa syarat apapun.
“Ijazah bisa diambil gratis, bahkan guru kami rela mengantarkan langsung ke rumah-rumah siswa di pelosok,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa kesepakatan sumbangan biasanya melalui komite sekolah dengan melibatkan orang tua siswa. Besaran sumbangan pun bervariasi sesuai kemampuan masing-masing keluarga.
“Kami hanya menyampaikan program, lalu orang tua berdiskusi dengan komite untuk menentukan kontribusi sesuai kemampuan,” kata Lasmono.
Lasmono berharap regulasi dari pemerintah segera terbit agar sekolah memiliki dasar hukum yang jelas dalam mengatur sumbangan. Ia menegaskan bahwa sekolah tidak ingin memberatkan wali murid, namun tetap membutuhkan dukungan untuk keberlangsungan kegiatan belajar.
“Harapan kami, aturan gubernur bisa segera keluar supaya ada kepastian dan tidak menimbulkan keresahan di masyarakat,” pungkasnya.




















