Sudutkota.id – Suasana ruang Sidang Garuda Pengadilan Negeri (PN) Malang, pada Rabu (29/10/2025), siang terasa tegang. Sidang lanjutan perkara dugaan penusukan yang menimpa anggota perguruan silat Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) kembali digelar dengan agenda pemeriksaan saksi dari pihak keluarga terdakwa dan saksi yang mengaku berada di lokasi kejadian.
Sidang yang dipimpin oleh majelis hakim tersebut menghadirkan tiga saksi, yaitu istri dan ibu terdakwa, serta seorang saksi yang berada di lokasi saat keributan pecah.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) PN Malang, Abdul Gofur, SH, menjelaskan bahwa dua saksi dari keluarga terdakwa memberikan keterangan serupa. Mereka tidak berada di tempat kejadian dan baru mengetahui peristiwa tersebut setelah mendapat kabar dari pihak kepolisian dan rumah sakit.
“Hari ini sidang dengan agenda pemeriksaan saksi meringankan dari pihak keluarga terdakwa, yaitu istri dan ibunya, serta satu orang saksi yang mengaku ada di lokasi saat bentrok. Namun keterangan saksi di lokasi banyak berbeda dengan keterangan saksi sebelumnya,” ujar Gofur.
Ia menambahkan, sidang akan dilanjutkan minggu depan dengan agenda pembacaan tuntutan. “Untuk unsur yang meringankan dan memberatkan akan kami sampaikan pada sidang berikutnya. Selama persidangan, terdakwa bersikap sopan dan kooperatif,” imbuhnya.
Kuasa hukum terdakwa, Guntur Hidayat, SH, menilai kesaksian para saksi hari ini memperjelas duduk perkara yang sebenarnya. Menurutnya, fakta yang terungkap di persidangan menunjukkan bahwa peristiwa itu bukan penusukan sepihak, melainkan bentrok spontan setelah terjadi adu mulut antar dua kelompok.
“Dari keterangan saksi-saksi, awalnya hanya adu mulut setelah kumpul dan minum bersama. Suasana memanas hingga terjadi keributan. Tidak ada satu pun saksi yang melihat langsung aksi penusukan,” ujar Guntur kepada Sudut Kota usai sidang.
Ia menegaskan, pihaknya berharap majelis hakim dapat menilai fakta-fakta persidangan secara objektif.
“Kami tidak mencari pembenaran, tetapi menegakkan kebenaran. Fakta hukum harus menjadi landasan, bukan opini. Terdakwa juga koperatif dan bahkan mengalami luka dalam kejadian itu,” ujarnya.
Guntur menambahkan, keluarga terdakwa telah menunjukkan itikad baik dengan bersilaturahmi ke keluarga korban. “Ibunya sudah mendatangi keluarga korban dan menyampaikan permohonan maaf secara langsung,” katanya.
Berdasarkan dakwaan JPU, kasus ini terjadi pada Rabu malam (3/7/2024) hingga Kamis dini hari (4/7/2024) sekitar pukul 01.00 WIB di kawasan Jalan Raden Panji Suroso, Kecamatan Blimbing, Kota Malang.
Korban Aji Saputra, anggota PSHT, saat itu berkumpul bersama rekannya. Di sisi lain, terdakwa Fatur Rochim (24), warga Kelurahan Purwodadi, Kecamatan Blimbing, diketahui juga sedang minum bersama kelompoknya. Pertemuan dua kelompok itu memicu cekcok yang berujung bentrok hingga menimbulkan korban jiwa.
Dalam kejadian tersebut, Aji Saputra meninggal dunia akibat luka tusuk di dada, sementara dua orang lainnya mengalami luka berat dan ringan. Polisi yang datang ke lokasi langsung mengamankan barang bukti, termasuk senjata tajam yang diduga digunakan dalam perkelahian.
Atas perbuatannya, terdakwa dijerat dengan Pasal 351 ayat (3) KUHP tentang penganiayaan yang mengakibatkan kematian, serta pasal tambahan terkait penganiayaan berat dan ringan, dengan ancaman hukuman hingga 15 tahun penjara.
Majelis hakim menjadwalkan sidang lanjutan minggu depan dengan agenda pembacaan dakwaan dan kesimpulan hasil rapat majelis setelah seluruh saksi diperiksa.
“Insyaallah kami akan terus memperjuangkan kebenaran hingga terang benderang. Tidak boleh ada pihak yang dikorbankan hanya karena persepsi,” pungkas Guntur.



















