Sudutkota.id – Seorang keluarga pasien Rumah Sakit dr. Saiful Anwar (RSSA) Malang mengungkap dugaan praktik prostitusi terselubung, pemalakan, dan pencurian yang terjadi di area rumah sakit. Aktivitas terlarang itu disebut berlangsung di sekitar Apotek BPJS RSSA pada sejumlah tanggal, termasuk 19 Juli hingga 2 Agustus 2025.
Pelaku berinisial MN diduga kerap melayani pelanggan di lokasi yang luput dari pantauan CCTV. Ia juga disebut melakukan pemalakan terhadap keluarga pasien, meminta makanan, minuman, atau uang minimal Rp5.000. Tidak hanya itu, MN diduga membawa senjata tajam dan memiliki jaringan preman.
Sejumlah korban mengaku kehilangan barang seperti mukena, sandal, hingga ponsel, namun takut melapor ke pihak berwajib karena ancaman kekerasan. Meski laporan telah disampaikan ke pihak keamanan rumah sakit, keluarga pasien menyebut belum ada tindak lanjut nyata.
Namun, keluarga pasien yang menjadi saksi mata menyebut aktivitas MN sudah berlangsung lama, dengan catatan kejadian pada 19, 22, 30 Juli, serta 1–2 Agustus 2025. Lokasi yang dipilih berada di area tak terpantau CCTV, sehingga memudahkan pelaku beraksi.
Salah satu kesaksian bahkan menggambarkan dugaan prostitusi dilakukan secara terang-terangan, dengan korban hanya mengenakan jilbab panjang, sementara suara aktivitas asusila terdengar jelas dari jarak empat meter.
MN juga dituding kerap memalak hingga lima kali dalam sebulan di lokasi yang sama. Ia disebut membawa pisau sepanjang dua jengkal dan mengancam akan memanggil enam preman jika dilaporkan. Seorang korban mengaku kehilangan ponsel pada 4 Juni 2025.
Sub Koordinator Hukum, Humas, dan Ketertiban RSSA Malang, Dony Iryan Vebry Prasetyo, membenarkan pihaknya telah memanggil MN pada 5 Agustus 2025 untuk dimintai keterangan. Dari pemeriksaan internal, diketahui MN adalah seorang tunawisma yang sudah menginap di lingkungan rumah sakit sekitar dua minggu.
“Soal pemalakan, dia membantah. Namun, diakui memang sering meminta-minta ke keluarga pasien,” ujar Dony, Selasa (12/8/2025).
MN telah menandatangani surat pernyataan untuk tidak lagi menginap di area rumah sakit. RSSA berjanji memperkuat pengawasan dengan menempatkan petugas keamanan di titik rawan.
“Ke depan, kami akan tempatkan satu petugas keamanan di lokasi yang diduga jadi tempat prostitusi,” tegas Dony.
Menutup pernyataannya, Dony menegaskan pihak RSSA tidak akan membiarkan keresahan ini berlarut-larut.
“Kami sudah berkoordinasi dengan keamanan internal dan aparat terkait agar lingkungan rumah sakit aman, kondusif, dan bebas dari tindak kriminal maupun aktivitas melanggar hukum,” pungkasnya.(mit)