Sudutkota.id – Kontroversi keberadaan Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Wikarta Mandala di Desa Pandesari, Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang, kini menjadi sorotan publik nasional.
Pemkab Malang telah menyatakan rumah sakit tersebut tidak memiliki izin resmi, sementara di lapangan, fasilitas ini disebut-sebut telah menerima pasien orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) selama bertahun-tahun.
Temuan ini disampaikan dalam surat resmi bernomor 500.16.6.4/1998/35.07.317/2025 tertanggal 12 Agustus 2025 yang diterbitkan oleh Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Malang.
Hasil pengecekan di sistem Online Single Submission (OSS) maupun registrasi internal menunjukkan tidak ada data perizinan atas nama Yayasan Wikarta Mandala maupun Rumah Sakit Wikarta Mandala di lokasi tersebut.
“Tidak terdapat perizinan Rumah Sakit atas nama Yayasan Wikarta Mandala atau Rumah Sakit Wikarta Mandala di Desa Pandesari, Kecamatan Pujon,” tegas Kepala DPMPTSP Kabupaten Malang, Adit Hutagalung, dalam surat yang ditujukan kepada Ririn Fatmawati, S.H., dkk.
Surat itu merupakan respons atas permohonan informasi yang diajukan 4 Agustus 2025. Pernyataan ini mematahkan dugaan bahwa fasilitas tersebut sudah legal, sekaligus mengungkap potensi pelanggaran serius di sektor layanan kesehatan jiwa.
Hasil investigasi mengungkap, lahan dan bangunan RSJ ini dulunya milik dr. Suyono. Kepemilikannya diduga dialihkan ke pihak yayasan yang kini mengelola RSJ, namun proses peralihan itu dipersoalkan banyak pihak yang meragukan keabsahan ahli waris dan legalitas yayasan.
Sengketa ini berlangsung jauh sebelum rumah sakit beroperasi, namun tak menghalangi pengelola untuk tetap membuka layanan bagi pasien ODGJ.
Lokasi RSJ yang berada di jalur strategis jalan provinsi dan menempati lahan luas membuat keberadaannya mencolok. Papan nama bertuliskan “Rumah Sakit Jiwa Wikarta Mandala” terpampang jelas, meski belakangan muncul pernyataan pejabat yang meragukan fungsi medisnya.
Polemik kian memanas setelah tim gabungan Pemkab Malang yang terdiri dari Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, dan Satpol PP, melakukan investigasi tertutup pada, Senin (11/8/2025).
Pemeriksaan dipimpin langsung Kepala Dinas Kesehatan dan Kepala Dinas Sosial, namun prosesnya berlangsung tanpa akses media maupun pihak independen, memicu spekulasi soal transparansi hasil investigasi.
Pengacara Haitsman Nuril Brantas Anarki, S.H., yang memantau kasus ini, menilai temuan DPMPTSP harus direspons tegas.
“Jika terbukti tidak memiliki izin, dasar hukum, sertifikasi, maupun standarisasi, ini bukan sekadar pelanggaran administratif, tapi kejahatan,” tegas Haitsman.
“Siapa yang menjamin keselamatan ODGJ di sana. Siapa yang bertanggung jawab jika terjadi peristiwa tragis. Jika Pemkab sudah tahu tidak ada izin tapi tetap membiarkan, ini preseden buruk bagi penegakan hukum di sektor kesehatan,” tegasnya.(mit)