Sudutkota.id – Pemerintah Kota Malang kembali menunjukkan komitmennya dalam melindungi masa depan anak-anak melalui penyelenggaraan Forum Anak bertema Stop Perkawinan Anak, yang digelar di Ruang Teater Lantai III, Fakultas Humaniora Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang, Kamis (10/7/2025).
Acara ini difasilitasi oleh Dinas Sosial P3AP2KB Kota Malang dengan melibatkan berbagai elemen, termasuk Komite Pemerhati Anak Malang Raya dan para akademisi.
Wakil Wali Kota Malang, Ali Muthohirin, yang hadir membuka forum tersebut, menekankan pentingnya sinergi antara pemerintah, masyarakat dan generasi muda dalam mencegah praktik perkawinan usia anak yang masih menjadi persoalan serius di Kota Malang.
“Saya colek Forum Anak Kota Malang hari ini bersama Dinsos. Kita sepakat, perkawinan anak harus dihentikan. Ini bentuk keprihatinan karena meskipun trennya menurun tiap tahun, angkanya masih tinggi. Tahun 2004 saja masih ada 92 kasus. Terbanyak terjadi di Kecamatan Kedungkandang,” ungkap Ali, Kamis (10/7/2025).
Menurut Ali, penyebab masih tingginya angka pernikahan dini tidak hanya terletak pada faktor ekonomi semata, tetapi juga dipicu oleh kurangnya pemahaman agama dan kuatnya tekanan sosial di masyarakat.
Ia menyoroti adanya pemahaman keliru bahwa menikahkan anak yang sudah akil baligh dapat mencegah pergaulan bebas atau bahkan dianggap sebagai solusi ekonomi.
“Padahal justru itu bisa menambah beban dan melahirkan generasi kemiskinan baru. Anak-anak itu belum matang secara sosial, ekonomi, dan psikologis. Ini yang menjadi perhatian penting,” jelasnya.
Ali menambahkan bahwa Pemkot Malang telah menyiapkan sejumlah langkah konkret, mulai dari edukasi sebaya melalui Forum Anak, hingga sosialisasi secara intensif ke keluarga-keluarga.
“Kita libatkan anak-anak untuk menyampaikan pesan ke teman sebaya mereka, dan kepada orang tua kami sampaikan melalui berbagai saluran sosial dan penyuluhan agar tidak terburu-buru menikahkan anaknya,” lanjutnya.
Dalam jangka panjang, Pemerintah Kota Malang menargetkan penurunan signifikan hingga nihilnya angka perkawinan anak. Namun Ali Muthohirin menyadari, ini bukan perjuangan yang mudah. Selain kerja keras dari sisi regulasi dan edukasi, diperlukan perubahan budaya serta pemahaman kolektif masyarakat.
“Kami tidak hanya mengejar angka, tapi ingin menciptakan ekosistem sosial yang sehat. Dimulai dari anak-anak, lalu menyasar orang tua, dan terus meluas hingga ke seluruh elemen masyarakat,” pungkas Ali.
Dalam forum yang berlangsung hangat dan partisipatif tersebut, Sekretaris Dinas Sosial P3AP2KB Kota Malang, Kenprabandari, turut menyampaikan pentingnya pendekatan yang sesuai usia dalam kampanye pencegahan perkawinan anak.
Ia menekankan bahwa edukasi tidak bisa disampaikan secara kaku atau satu arah, melainkan harus menyentuh secara emosional dan kreatif.
“Untuk anak-anak kecil, kita hadirkan badut yang bisa bercerita dengan pendekatan edukatif. Anak-anak lebih mudah menangkap nilai-nilai itu kalau disampaikan dengan cara yang menyenangkan dan sesuai zamannya. Untuk usia SMP dan SMA, kita gunakan multimedia. Mereka sudah akrab dengan YouTube dan video interaktif, jadi penyampaiannya harus menyesuaikan,” kata Kenprabandari.
Dinsos juga bekerja sama dengan sekolah-sekolah menjelang tahun ajaran baru untuk menyisipkan edukasi tentang bullying, kekerasan terhadap anak, dan tentu saja pencegahan perkawinan dini.
“Anak-anak harus tahu mereka berhak untuk dilindungi dan berani bersuara jika mengalami tekanan. Harus ada ruang berbagi, bukan sekadar sosialisasi satu arah. Kita perlu duduk bersama dengan orang tua dalam forum-forum diskusi agar pesan ini benar-benar sampai dan mengubah cara pandang mereka,” tutupnya.(mit)