Sudutkota.id – Imam Suyanto atau yang akrab dipanggil Imam Unyil terlihat sibuk mengatur kelancaran lalu lintas di jalan keluar-masuk SPBU Karanglo. Itulah keseharian pria bertubuh mungil itu untuk mengais rejeki.
Dalam menjalani pekerjaannya itu, Unyil selalu terlihat bersemangat. Meski resiko yang cukup mengkhawatirkan selalu menyertainya. Karena harus berdiri diantara kendaraan bermotor yang lalu lalang.
Saat jalanan mulai sepi, dia menepi untuk duduk-duduk di tepi jalan. Sambil sesekali mengamati arus lalu lintas jalan raya jurusan Malang-Surabaya.
Sudutkota.id mulai tertarik untuk menanyakan beberapa hal mengenai Imam dan profesinya sebagai anggota Supeltas (Sukarelawan Pengatur Lalu lintas).
Dalam obrolan santai Unyil mulai menceritakan kisah hidupnya. Bahwa sejak kecil, saat masih di bangku sekolah dasar, dia mulai berusaha mencari nafkah dengan cara berjualan es lilin.
“Semenjak SD, aku sudah mulai bekerja dengan cara berjualan es lilin setelah pulang sekolah. Terus sampai SMP mulai kerja di pabrik kaca sampai sekolah STM. Jadi pagi hari, kerja di pabrik kaca jam 7 sampai jam 12″.
“Pulang dari sana lalu pergi sekolah sama jualan Koran. sambil jualan kue. Setiap aku pulang sekolah nggak pernah istirahat,” kenang Unyil.
Bapak dua anak ini dulu mengaku sempat menamatkan sekolahnya sampai bangku STM. Yakni di STM 17 yang ada di Jalan Tanimbar, Kota Malang. Dengan mengambil jurusan Otomotif.
Setelah lulus tahun 1987, Imam sempat menjadi kuli batu dan masuk mejadi karyawan pabrik Sidobangun yang ada di Desa Ketindan, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang.
Dia bekerja mulai Sidobangun yang ada di Kecamatan lawang hingga pindah ke pabrik Sidobangun di Kecamatan Singosari, sampai jadi korban PHK massal perusahaan plastic itu pada tahun 2012.
Ditanya sejak kapan menekuni pekerjaan di jalan sebagai anggota Supeltas, Unyil menjawab seraya mengingat-ingatnya.
“Saat bekerja di Sidobangun dulu, aku sudah terbiasa menyeberangkan orang dan mobil. Karena posisi pabrik pas berada di pinggir jalan raya, tanpa ada yang membayar”.
“Tetapi aku tetap bersemangat, karena kerjaan seperti itu adalah ibadah. Jadi, kalau pulang kerja. Aku istirahat, setelah sholat Isyak. Aku menyeberangkan mobil yang ada di jembatan timbangan sambil jualan kue, di Perempatan Garuda,” terangnya.
Walaupun sudah puluhan tahun mencari rejeki tambahan di jalan raya, pria tangguh kelahiran 1965 ini, masih bisa bersyukur karena hingga saat ini dia masih mampu menjadi pilar utama dalam mencukupi kebutuhan rumah tangganya.
“Aku berusaha rajin bekerja, Alhamdulillah dari sini aku bisa mencukupi kebutuhan di rumah, untuk bayar lampu, sangu untuk anak sekolah,“ ungkap Unyil.
Untuk menjaga stamina agar tidak cepat lelah, dia cukup makan dua kali sehari. Pagi ketika akan berangkat dan saat maghrib. Menurutnya, meski makan hanya dua kali sehari, itu sudah cukup.
“Melihat orang puasa Ramadhon juga malah sehat. Aku bekerja sehari 10 jam itu sudah biasa. Uang Jamsostek dari Sidobangun juga masih utuh sampai sekarang, aku sudah cukup memakai uang hasil dari kerjaan ini,” imbuhnya.
Ditanya sampai kapan dia akan bekerja di jalanan sebagai Supeltas, dia tidak bisa memberi batasan. Menurutnya, selama tubuhnya masih sehat dia akan tetap bekerja.
“Prinsip hidup saya, kalau selama masih diberi kesehatan. Saya akan kerja terus. Nggak akan mundur. Karena kerjaan ini ibadah, jihad untuk keluarga. Karena bekerja disertai ikhlas, itu ibadah,” tutupnya.(hid)