Sudutkota.id – DPRD Kota Malang resmi membentuk Panitia Khusus (Pansus) untuk membahas Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2023 mengenai Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD).
Dalam rapat paripurna yang digelar pada Rabu, 26 Februari 2025, kesepakatan ini ditandai dengan penyerahan laporan hasil pembahasan Pansus yang mencakup delapan poin rekomendasi utama, yang sebagian besar menyentuh sektor pajak dan dampaknya terhadap masyarakat.
Ketua Pansus, H Indra Permana, menegaskan bahwa pembahasan ini bukan sekadar penghitungan angka semata, tetapi bentuk nyata kepedulian terhadap keadilan sosial.
“Saya bangga berdiri bersama rekan-rekan yang luar biasa. Di tengah perbedaan, kita tetap mengedepankan akal sehat, integritas, dan keberpihakan terhadap rakyat kecil. Ini bukan sekadar regulasi, ini adalah pertempuran untuk keadilan fiskal,” ujar Indra dalam pidatonya yang mendapat tepuk tangan anggota dewan.
Namun di luar gedung dewan, suara publik terdengar berbeda. Banyak pedagang kecil mulai khawatir terhadap dampak nyata dari kebijakan ini, terutama terkait retribusi aset dan pajak usaha kecil.
Laporan hasil pembahasan Pansus dituangkan dalam berita acara rapat bernomor 100.3/2/14.73/2025 dan 100.3/2/3.5.7.11/2025. Delapan rekomendasi utama yang diajukan antara lain:
Pemerintah Kota Malang diminta membangun sinergi lintas sektor untuk menyelaraskan kebijakan perpajakan dan pelayanan publik.
Perlu dilakukan evaluasi berkala terhadap efektivitas retribusi dan dampaknya terhadap masyarakat.
Peningkatan akuntabilitas dalam pengelolaan pajak dan retribusi untuk mencegah kebocoran dan penyimpangan.
Perlindungan terhadap pelaku usaha mikro, khususnya di sektor makanan dan minuman.
Pemanfaatan hasil pajak untuk infrastruktur dan peningkatan kapasitas UMKM.
Penerbitan Peraturan Wali Kota yang mengatur insentif pajak, termasuk PBB-P2.
Keringanan pajak bagi masyarakat tertentu dengan kriteria sosial dan budaya.
Penetapan tarif retribusi aset dengan prinsip transparansi dan proporsionalitas.
Meski banyak rekomendasi terdengar menjanjikan, pedagang kecil merasa tak yakin. Saiful (41), pedagang sayur di Pasar Gadang, mengaku belum paham dampak peraturan baru ini.
“Kami hanya dengar-dengar soal pajak naik, tapi belum pernah diajak bicara langsung. Kalau retribusi pasar dinaikkan, bagaimana kami bisa bertahan .Kami bukan pengusaha besar,” ujarnya geram.
Senada dengan Saiful, Wati (50), penjual nasi di kawasan Blimbing, menyebut bahwa “perlindungan UMKM” seringkali hanya jadi jargon. “Kalau benar melindungi, kenapa kami masih harus bayar sewa lapak mahal dan iuran tak jelas tiap bulan,” katanya.
Menanggapi kekhawatiran tersebut, Wali Kota Malang Wahyu Hidayat memberikan jaminan bahwa pemerintah kota tidak akan gegabah dalam menerapkan peraturan ini.
“Kami menyambut baik rekomendasi DPRD. Tapi saya tegaskan, pelaksanaan kebijakan pajak dan retribusi ini harus berlandaskan prinsip keadilan dan keberpihakan pada masyarakat kecil. Tidak ada niat pemerintah untuk memberatkan rakyat, apalagi pelaku usaha mikro,” ujar Wahyu kepada media, usai menerima laporan Pansus di Balai Kota.
Wahyu juga menambahkan bahwa Pemkot akan membuka ruang dialog dengan komunitas pedagang, pelaku UMKM, serta akademisi sebelum menerapkan peraturan teknis lanjutan.
“Pajak itu bukan alat menekan, tapi alat membangun. Dan membangun itu harus bersama rakyat, bukan di atas penderitaan mereka,” tegasnya.
Setelah laporan Pansus diserahkan, DPRD akan melanjutkan pembahasan Ranperda PDRD ke tahap finalisasi sebelum disahkan dalam sidang paripurna. Sementara itu, Pemkot Malang diwajibkan untuk menindaklanjuti delapan rekomendasi tersebut melalui regulasi teknis dan evaluasi berkala.
Namun satu hal yang pasti: penerapan kebijakan fiskal seperti ini tidak hanya membutuhkan kecermatan, tapi juga keberanian mendengar suara dari bawah. Dan hingga hari ini, suara itu masih terdengar penuh tanya.(mit)