Sudutkota.id- Seorang pendaki asal Inggris dan pemandu Sherpa (salah satu suku di Nepal dan Tebet yang dikenal sebagai pemandu di Gunung Everest) yang hilang setelah mencapai puncak Gunung Everest enam hari lalu karena keduanya terjatuh saat turun dari titik yang sangat tinggi sulit untuk ditemukan.
Hal itu disampaikan oleh salah satu pejabat Nepal seperti dilaporkan oleh ABC News pada Minggu (26/05) bahwa tidak mungkin untuk mencari karena dataran tinggi di sisi gunung Tiongkok memerlukan koordinasi lebih lanjut untuk membentuk regu pencari.
Daniel Paul Paterson (40) dan pemandu sherpanya, Pas Tenji (23) dilaporkan hilang pada Selasa (20/05) di puncak tertinggi dunia yang berada di perbatasan antara Tiongkok dan Nepal.
“Saat ini tidak mungkin untuk mencari pendaki yang hilang karena pendaki gunung Inggris dan Sherpa-nya jatuh dari dasar anak tangga Hillary yang berada di ketinggian sekitar 8.800 meter (26.964 kaki) dan menuju permukaan Kangshung di Tibet,” kata Khim. Lal Gautam, seorang pejabat di base camp Everest yang memantau para pendaki.
Permukaan Kangshung adalah salah satu sisi gunung yang menghadap ke Timur Tibet, dan masuk dalam daerah yang dikendalikan oleh Tiongkok.
“Akan sulit untuk mencari mereka karena mereka berada di sisi Tibet yang memerlukan koordinasi dengan Tiongkok,” kata Gautam.
Musim pendakian tahun ini dimulai pada bulan Maret dan diperkirakan akan berakhir dalam beberapa hari. Tahun lalu, 18 pendaki tewas saat mencoba mendaki gunung berbahaya setinggi 29.032 kaki (8.849 meter), menurut departemen pendakian gunung Nepal.
Ratusan pendaki telah berhasil mendaki Everest bulan ini dalam cuaca cerah yang singkat. Para pendaki juga melaporkan jumlah pendaki yang biasa dalam perjalanan menuju puncak pada minggu ini.
“Kepadatan pendaki yang menuju ke puncak, serupa dengan dua atau tiga tahun terakhir,” Sherpa Tendi, yang telah mendaki puncak sebanyak 17 kali, dan dua kali di antaranya pada bulan ini.
Tendi mengatakan ketika dia dan timnya mencapai puncak pada 21 Mei, meski melihat sekitar 200 pendaki, namun mereka semua terorganisir dan menggunakan pengalaman dan keahlian mereka untuk menavigasi rombongan.
Di antara tim pendakian Tendi adalah Phunjo Jhangmu Lama, yang mendaki puncak dalam waktu 14 jam 31 menit, mendapatkan kembali gelar pendaki wanita tercepat di Gunung Everest.
Lama juga mengatakan kepadatan para pendaki normal dan sebagian besar pendakiannya dari base camp hingga puncak berjalan lancar tanpa ada jeda yang lama.
“Kepadatan bukanlah hal yang baru. Hal ini telah berlangsung selama bertahun-tahun,” jelasnya.
Hal ini belakangan, ada yang mengeluhkan gunung yang terlalu ramai pendaki dan kotor karena membuang sampah sembarangan.
Pada bulan Maret, Kanchha Sherpa, 91, satu-satunya anggota ekspedisi pendakian gunung pertama yang menaklukkan Everest yang masih hidup juga menyuarakan sentimen yang sama, dengan mengatakan bahwa jumlah izin pendakian harus dikurangi.
Selama musim pendakian musim semi tahun 2023, 667 pendaki mendaki puncak, membawa ribuan staf pendukung ke base camp, dan meningkatkan kekhawatiran akan timbulnya sampah dan sampah. (Ka)