Sudutkota.id – Pemerintah Kota (Pemkot) Malang melalui Wakil Wali Kota, Ali Muthohirin secara resmi menyampaikan jawaban terhadap pandangan umum fraksi-fraksi DPRD Kota Malang dalam Rapat Paripurna, Senin (21/7/2025).
Dalam forum legislatif tersebut, Pemkot Malang menekankan pentingnya penyusunan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Bangunan Gedung, serta strategi pengembangan sektor ekonomi kreatif dan penguatan tata ruang kota berbasis keberlanjutan.
Ali Muthohirin menyampaikan, penyusunan regulasi baru ini bertujuan untuk menjawab tantangan pembangunan di Kota Malang yang semakin kompleks, khususnya terkait keterbatasan ruang, tingginya pertumbuhan permukiman, hingga perlunya efisiensi pemanfaatan lahan perkotaan.
“Raperda tentang Bangunan Gedung ini kami susun untuk menciptakan kepastian hukum dalam pembangunan, memperkuat fungsi pengawasan, dan mendorong pembangunan yang efisien, aman, serta berkelanjutan,” kata Ali Muthohirin di hadapan para anggota dewan.
Atasi Bangunan Liar dan Lindungi Wilayah Rawan
Melalui Raperda ini, Pemkot Malang berupaya menekan munculnya bangunan liar yang tidak sesuai peruntukan tata ruang. Hal ini terutama menyasar kawasan rawan seperti bantaran Sungai Brantas, jalur rel kereta api, dan pegunungan di wilayah pinggiran kota.
Bangunan yang tidak sesuai peraturan dinilai berpotensi menimbulkan gangguan lingkungan, bencana, serta merusak estetika kota.
Selain itu, Pemkot menegaskan bahwa pembangunan di Kota Malang harus sesuai dengan rencana tata ruang wilayah (RTRW) dan rencana detail tata ruang (RDTR) yang telah ditetapkan. Dengan pendekatan berbasis ruang ini, setiap pengajuan bangunan diwajibkan melalui kajian teknis dan administratif yang ketat.
“Pengawasan dan penertiban akan diperkuat agar tidak ada lagi pembangunan yang melanggar zonasi atau membahayakan masyarakat,” tegasnya.
Sistem Digital untuk Izin dan Sertifikasi Gedung
Pemerintah Kota Malang juga telah mengimplementasikan Sistem Informasi Manajemen Bangunan Gedung (SIMBG) untuk memudahkan proses persetujuan bangunan secara digital. Sistem ini telah memproses lebih dari 505.169 permohonan, dengan capaian penyelesaian sebanyak 81 persen.
SIMBG menjadi basis utama dalam pengajuan dan penerbitan Sertifikat Laik Fungsi (SLF), termasuk pengawasan konstruksi secara bertahap. Dengan sistem ini, proses menjadi lebih transparan, cepat, dan akuntabel.
Bangunan tinggi di Kota Malang juga telah diatur. Sesuai Perda Nomor 6 Tahun 2002, ketinggian bangunan dibatasi maksimal 30 lantai, dengan pertimbangan tata ruang dan struktur geoteknik wilayah.
Perhatian untuk Masyarakat Miskin: Relaksasi Izin Bangunan
Pemerintah juga memperhatikan kebutuhan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dalam pembangunan rumah layak huni. Dalam Raperda ini, diatur adanya relaksasi retribusi dan kemudahan perizinan bangunan bagi kelompok masyarakat tersebut.
Kebijakan ini merujuk pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2012 tentang Retribusi Bangunan Gedung, yang diperkuat dengan Peraturan Wali Kota tentang perlindungan hak MBR atas tanah dan bangunan.
“Kami ingin memberikan akses keadilan bagi semua kalangan, terutama masyarakat kecil agar tetap bisa membangun hunian yang legal dan aman,” ujar Ali.
Bangunan Sosial dan Koefisien Retribusi
Bangunan yang memiliki fungsi sosial seperti rumah ibadah, sekolah, panti asuhan, dan fasilitas publik lainnya akan dikenakan koefisien retribusi khusus. Kebijakan ini sebagai bentuk insentif agar pembangunan fasilitas umum tidak terkendala biaya perizinan yang tinggi.
Hal ini diharapkan mendorong partisipasi masyarakat dan lembaga sosial dalam menyediakan infrastruktur dasar di kawasan padat penduduk maupun wilayah baru yang berkembang.
Ekonomi Kreatif: Andalan Baru Perekonomian Kota
Di luar sektor infrastruktur, Pemkot Malang juga menyoroti pentingnya pengembangan ekonomi kreatif sebagai pilar baru pertumbuhan kota.
Dalam pemaparannya, Ali Muthohirin menyebut bahwa sektor ini telah berkontribusi 5,08 persen terhadap PDRB Kota Malang setiap tahunnya.
Pemkot pun telah menyiapkan strategi pengembangan yang terstruktur melalui Malang Creative Center (MCC) sebagai pusat promosi, ruang kreasi, dan inkubasi pelaku industri kreatif lokal.
“Ekonomi kreatif dan pariwisata menjadi sektor unggulan yang kami dorong agar lebih produktif dan inklusif. Dukungan anggaran dan infrastruktur telah kami siapkan,” katanya.
Standar Keselamatan dan Pemantauan Konstruksi
Ali juga menegaskan bahwa standar keselamatan bangunan menjadi salah satu elemen utama dalam Raperda ini. Setiap pemilik bangunan wajib melaporkan progres pembangunan secara berkala, serta memastikan bahwa pelaksanaan konstruksi telah sesuai dengan persyaratan teknis yang ditetapkan.
Petugas pengawas dari dinas terkait akan melakukan pengamatan langsung terhadap pelaksanaan bangunan di lapangan. Ketidaksesuaian konstruksi, pelanggaran izin, atau ketidakpatuhan terhadap standar teknis akan dikenakan sanksi administratif sebagaimana diatur dalam Pasal 164 Raperda tersebut.
Konsep Kampung Urban: Adaptif dan Humanis
Sebagai bagian dari visi pembangunan yang inklusif, Pemkot Malang juga menyoroti pentingnya pengembangan kawasan kampung urban yang adaptif terhadap karakteristik masyarakat lokal.
Khususnya di wilayah padat seperti bantaran sungai, pinggir rel, dan kampung padat, pendekatan berbasis budaya lokal akan diintegrasikan dengan peraturan tata ruang.
“Kampung bukan hanya tempat tinggal, tetapi juga pusat kehidupan sosial dan budaya. Oleh karena itu, pendekatan kebijakan juga harus memperhatikan nilai-nilai lokal,” pungkasnya.(mit)