Sudutkota.id – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Malang menggelar Rapat Paripurna Penyampaian Pandangan Umum Fraksi-fraksi terhadap dua Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) yang dinilai krusial bagi arah pembangunan dan tata kelola pemerintahan daerah.
Rapat yang digelar di Ruang Rapat Paripurna Gedung DPRD Kota Malang pada Rabu (16/7/2025) itu dipimpin oleh jajaran pimpinan dewan dan dihadiri oleh perwakilan Pemerintah Kota Malang.
Dua Raperda yang dibahas masing-masing adalah: Raperda tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah, dan Raperda tentang Bangunan Gedung.
Rapat tersebut menjadi ruang bagi fraksi-fraksi untuk menyampaikan sikap, catatan, dan kritik konstruktif. Sejumlah fraksi menggarisbawahi perlunya kehati-hatian dalam pembentukan OPD baru, agar tidak memperbesar beban APBD. Sekaligus menuntut penyelenggaraan pembangunan gedung yang berlandaskan pada prinsip keselamatan, keteraturan, dan keberlanjutan.
Fraksi PKS: Jangan Tambah Struktur Jika Hanya Bebani Anggaran
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), melalui juru bicaranya H. Indra Permana, secara tegas menolak upaya pembentukan perangkat daerah baru jika tujuannya tidak jelas dan hanya menambah struktur birokrasi.
“Fraksi PKS menilai bahwa pembentukan atau perubahan susunan perangkat daerah harus benar-benar dilandasi oleh kebutuhan strategis, bukan karena alasan struktural semata. Pertanyaannya, apakah ini akan memperbaiki kinerja layanan publik, atau justru mempertebal beban belanja pegawai,” ujarnya dalam penyampaiannya.
Indra juga menyoroti pentingnya simulasi fiskal dan proyeksi anggaran jangka menengah sebelum perubahan dilakukan. Menurutnya, langkah ini penting untuk menjaga efisiensi penggunaan APBD, sekaligus mencegah pemborosan anggaran yang tidak berdampak langsung bagi masyarakat.
Terkait Raperda Bangunan Gedung, Fraksi PKS memberikan penekanan serius terhadap pentingnya regulasi yang berorientasi pada keselamatan publik dan daya dukung lingkungan.
“Jangan sampai demi alasan investasi atau pertumbuhan ekonomi, pembangunan gedung justru diizinkan berdiri di zona rawan bencana atau di wilayah yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang. Raperda ini harus tegas mengatur itu,” tegas Indra.
Fraksi Gerindra: Evaluasi Kebutuhan Dinas Damkar dan Percepat Proses Perizinan
Fraksi Gerindra, melalui juru bicaranya Lelly Thresiyawati, menyoroti usulan pembentukan Dinas Pemadam Kebakaran yang diusulkan dalam perubahan susunan perangkat daerah. Gerindra menekankan bahwa pembentukan dinas baru harus disertai dengan evaluasi menyeluruh terhadap efektivitas kelembagaan dan manfaatnya bagi publik.
“Apa urgensi pembentukan Dinas Damkar secara mandiri? Apakah tidak cukup ditangani oleh dinas yang sudah ada? Ini perlu dikaji dari sisi beban anggaran, struktur kerja, dan efektivitas lapangan,” kata Lely.
Lebih lanjut, Fraksi Gerindra mendorong agar Pemerintah Kota Malang melakukan percepatan dalam proses perizinan bangunan, khususnya dalam penerbitan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) dan Sertifikat Laik Fungsi (SLF). Penyederhanaan ini harus sesuai amanat Undang-Undang Cipta Kerja.
“Pemerintah harus menjamin kepastian waktu pelayanan dan kemudahan proses perizinan, tanpa mengurangi aspek keselamatan dan legalitas. Target waktu layanan harus terukur dan transparan,” imbuhnya.
Fraksi Golkar: Atasi Kendala di Lapangan dan Dorong Pembangunan yang Tertib
Fraksi Golkar, melalui juru bicaranya Tinik Wijayanti, lebih menyoroti sisi implementasi Raperda tentang Bangunan Gedung. Ia mengungkapkan bahwa selama ini terdapat berbagai kendala dalam penyelenggaraan pembangunan gedung di Kota Malang.
“Banyak pengembang dan warga yang mengeluhkan proses perizinan yang lambat, kurangnya koordinasi antar instansi, dan minimnya sosialisasi. Pemerintah harus mampu menjawab dan memperbaiki kondisi ini,” kata Tinik.
Menurut Golkar, Raperda ini harus mampu mendorong tumbuhnya pembangunan gedung yang legal, aman, dan berkelanjutan, termasuk menciptakan iklim investasi yang sehat. Golkar juga meminta agar regulasi ini disertai dengan perangkat pengawasan dan penegakan hukum yang jelas.
“Jangan sampai gedung-gedung menjulang tanpa kelengkapan izin, tanpa kontrol keselamatan. Pemerintah Kota harus menyiapkan langkah-langkah konkret agar penataan kota berjalan seimbang antara pertumbuhan dan keteraturan,” ujarnya.
Selanjutnya, dua Raperda ini akan dibahas lebih dalam oleh DPRD bersama pihak eksekutif melalui rapat komisi dan panitia khusus.
Proses ini diharapkan melibatkan kajian akademis, konsultasi publik, dan analisis dampak agar regulasi yang dihasilkan tidak hanya kuat secara hukum, tetapi juga menjawab kebutuhan masyarakat secara nyata.(mit)