Daerah

Pelayanan Kesehatan Kota Malang Tersandera Regulasi: Puskesmas dan PSC 119 di Titik Kritis

23
×

Pelayanan Kesehatan Kota Malang Tersandera Regulasi: Puskesmas dan PSC 119 di Titik Kritis

Share this article
Pelayanan Kesehatan Kota Malang Tersandera Regulasi: Puskesmas dan PSC 119 di Titik Kritis
Kadinkes Kota Malang, dr. Khusnul Muarif, bersama tim gabungan dari Pemkot Malang, BPBD, dan relawan rescue, saat berada di kawasan permukiman Kampung Tridi.(foto:sudutkota.id/mit)

Sudutkota.id – Pelayanan kesehatan primer di Kota Malang kini berada pada titik kritis. Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) Kota Malang, dr. Khusnul Muarif, secara terbuka mengungkap sederet persoalan mendasar yang membuat layanan puskesmas dan PSC 119 berjalan terseok-seok.

Persoalan yang dimaksud tersebut, mulai dari keterbatasan sumber daya manusia (SDM), krisis driver ambulans, hingga regulasi yang dinilai tidak adaptif dengan kebutuhan lapangan.

Puskesmas kini fokus pada layanan primer tanpa rawat inap, namun tetap dituntut responsif terhadap kedaruratan yang terjadi di wilayah kerjanya.

Khusnul menegaskan bahwa tenaga medis maupun paramedis yang tinggal di rumah dinas puskesmas semestinya dapat memberikan pertolongan pertama jika terjadi insiden di sekitar mereka.

“Kalau yang menempati rumah dinas adalah tenaga medis atau paramedis, mereka punya kewajiban memberikan pertolongan awal, apa pun kasusnya,” jelasnya, Senin (24/11/2025).

Namun tuntutan ini berbanding terbalik dengan kondisi riil. Keterbatasan tenaga membuat banyak puskesmas sulit memberikan respons cepat, terutama di hari libur ketika sebagian besar personel tidak bertugas.

Salah satu masalah paling krusial adalah minimnya driver ambulans pada hari-hari tertentu. Kondisi ini menyebabkan keterlambatan penanganan pada kasus-kasus gawat darurat.

“Personel banyak yang libur, termasuk drivernya. Ini tantangan besar,” tegas Khusnul.

Puskesmas ingin merekrut driver baru melalui skema Badan Usaha Unit Desa (BUUD) agar operasional lebih fleksibel. Namun regulasi justru menjadi penghambat karena pemerintah belum mengizinkan rekrutmen tenaga baru dengan bentuk apa pun, termasuk kontrak berbasis BLUD.

Dinkes telah mengajukan kebutuhan tenaga kesehatan dan tenaga pendukung ke berbagai bagian pemerintah daerah, termasuk Inspektorat, Bagian Organisasi, dan BKAD. Namun hingga kini, belum ada kejelasan tentang dasar hukum rekrutmen tenaga non-ASN.

“Kami menunggu dispensasi atau surat edaran resmi agar BLUD bisa merekrut tenaga tambahan. Baik untuk puskesmas maupun untuk rumah sakit,” kata Khusnul.

Tanpa regulasi baru, lanjutnya, puskesmas terancam semakin kewalahan. Kekurangan tenaga bukan hanya terjadi pada dokter dan perawat, tetapi juga petugas administrasi, bidan, hingga pengemudi ambulans.

Meski operasional PSC 119 kini berada di bawah RSUD Kota Malang setelah mendapatkan pelatihan P3K, fungsi layanan darurat itu tidak berubah. Namun masalah tetap muncul, keterlambatan respons ketika tim sedang menangani kasus lain.

“Kadang tim sudah berada di lapangan, dan ketika ada panggilan masuk, respons jadi terlambat. Sistem pengendali informasinya belum sepenuhnya matang,” jelas Khusnul.

Dinas Kesehatan sedang membangun sistem koordinasi terpadu agar operator mengetahui posisi PSC 119 secara real-time. Sistem ini juga akan menentukan siapa yang memegang kendali informasi dan alur tindak lanjut panggilan darurat.

Namun Khusnul menegaskan bahwa sistem secanggih apa pun tidak akan efektif jika SDM dan dasar hukum rekrutmen tidak segera diperbaiki.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *