Sudutkota.id – Dunia golf yang identik dengan keheningan, ketepatan, dan prestise, ternyata juga menyimpan kisah perjuangan pekerja lapangan yang kerap luput dari perhatian.
Salah satunya adalah Nana Andika (30), perempuan asal Surabaya, yang telah menjadi caddy di Lapangan Golf Araya, Kota Malang selama delapan tahun tanpa pernah berpindah lapangan.
Tidak seperti kebanyakan caddy freelance yang kerap berpindah mengikuti turnamen atau pekerjaan harian, Nana memilih untuk menetap dan mengabdi secara penuh di satu tempat. Ia adalah bagian dari tim tetap di Golf Araya, dengan gaji bulanan, serta tambahan tips dari pemain sebagai bentuk penghargaan atas profesionalismenya.
“Saya memang dari awal kerja di sini. Sudah delapan tahun, dan nggak pernah kemana-mana. Saya merasa nyaman dan dihargai di Araya,” ujar Nana saat ditemui di sela-sela turnamen Indonesian College Golf Championship (ICGC), Sabtu (2/8/2025).
Profesi caddy, kata Nana, bukan hanya tentang membawa tas golf. Seorang caddy harus memahami kondisi lapangan, arah angin, kelembaban rumput, hingga psikologi pemain. Tak jarang, mereka menjadi partner diskusi strategis bagi para pegolf.
“Kita harus hafal kondisi lapangan. Pemain juga biasanya tanya: ‘pakai stik apa, jaraknya berapa’. Jadi caddy itu nggak bisa asal, harus benar-benar paham,” jelasnya.
Setiap harinya, Nana mendampingi satu hingga dua pegolf. Saat turnamen besar seperti ICGC digelar, ia bisa bekerja lebih dari delapan jam, dari pagi hingga sore. Namun ia tak mengeluh.
“Kalau turnamen besar ya harus ekstra siaga. Pemain banyak, jam kerjanya juga lebih panjang. Tapi saya senang, karena suasananya hidup dan kita juga dapat tambahan dari panitia atau pemain,” katanya sambil tersenyum.
Di tengah realitas sebagian besar caddy yang bergantung pada honor harian, Nana menjadi salah satu yang beruntung. Ia mendapat gaji tetap setiap bulan dari manajemen Golf Araya, selain tips insidental dari para pemain.
“Setiap bulan ada gaji tetap. Tapi kalau kita kerja bagus, biasanya pemain juga kasih tips. Kadang dapat lebih dari gaji kalau pas ramai,” ungkapnya.
Kepercayaan dari pihak pengelola lapangan, menurut Nana, adalah hal yang sangat ia jaga. Ia mengaku mendapat pelatihan, pendampingan dari senior, hingga kesempatan untuk berkembang sebagai tenaga profesional.
“Dulu mulai dari nol, belajar dari senior. Sekarang sudah dianggap bagian dari keluarga besar Araya,” ucapnya haru.
Uniknya, meski sudah 8 tahun bekerja di lapangan golf, Nana belum pernah merasakan bermain satu putaran penuh. Namun ia bisa menggambarkan dengan detail setiap hole, arah angin, dan posisi strategis.
“Pernah coba mukul satu-dua kali, tapi belum pernah main satu putaran. Saya lebih suka mendampingi. Udah hafal medan lapangan, arah angin, titik sulit. Tapi belum pernah jadi pemain,” katanya tertawa.
Meski demikian, ia sangat menikmati profesinya. Menjadi caddy, kata Nana, telah membuka matanya tentang pentingnya etika, komunikasi, dan tanggung jawab dalam bekerja.
“Kerja ini banyak pelajaran. Kita ketemu orang-orang penting, belajar jaga sikap, dan harus tetap tenang walaupun kondisi capek atau tekanan tinggi,” tutupnya.(mit/hid)