Sudutkota.id – Rencana pembangunan hotel dan apartemen bertingkat oleh PT Tanrise Property Indonesia di Jalan Ahmad Yani, Kecamatan Blimbing, Kota Malang, kembali menjadi sorotan. Pemerintah Kota Malang memberikan peringatan tegas agar tidak ada aktivitas pembangunan sebelum seluruh izin resmi diselesaikan.
Mega proyek senilai Rp900 miliar itu rencananya akan berdiri di lahan seluas 12.000 meter persegi, dengan hotel setinggi 152 meter dan apartemen 102 meter. Meski proyek tersebut sudah tercatat dalam sistem Online Single Submission (OSS) Kementerian Investasi, Pemkot Malang menegaskan bahwa legalitas dari pusat belum cukup untuk memulai kegiatan konstruksi.
“Belum ada Persetujuan Bangunan Gedung (PBG), belum boleh ada kegiatan di lapangan,” tegas Kepala Dinas PUPRPKP Kota Malang, Dandung Djulharjanto, saat rapat koordinasi lintas komisi di Gedung DPRD Kota Malang, Jumat (23/5/2025).
Rapat gabungan Komisi A dan C DPRD Kota Malang tersebut juga melibatkan berbagai Organisasi Perangkat Daerah (OPD), termasuk Dinas Lingkungan Hidup, Disnaker PMPTSP, Dinas Perhubungan, serta Camat Blimbing.
Rawan Banjir dan Zona Campuran
Menurut Dandung, lokasi proyek berada di zona campuran antara kawasan perdagangan/jasa dan permukiman. Selain itu, di sisi selatan proyek terdapat saluran irigasi dan pemukiman warga yang rawan banjir. Karena itu, Pemkot menilai perlu kajian menyeluruh terhadap dampak lingkungan dan sosial sebelum pembangunan dimulai.
“Jangan sampai proyek ini memperparah masalah banjir yang tiap tahun jadi pekerjaan rumah kami,” ujarnya.
Izin Masih Belum Lengkap
Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP), Arif Tri Setyawan, menjelaskan bahwa meski secara awal dokumen yang diajukan sudah sesuai dengan Perda RTRW, pihak pengembang masih harus mengurus berbagai izin teknis. Termasuk di antaranya KKOP (Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan), Amdal, Amdalalin, PBG, dan Sertifikat Laik Fungsi (SLF).
“Kalau KKOP menetapkan batas ketinggian 120 meter, maka itu akan menjadi batas maksimal bangunan yang bisa kami setujui,” jelas Arif.
Ia menegaskan bahwa dokumen awal yang diajukan belum cukup menjadi dasar untuk memulai pengerjaan fisik proyek.
Warga Khawatir, DPRD Minta Transparansi
Di sisi lain, warga sekitar menyuarakan kekhawatiran terhadap potensi kemacetan, banjir, dan beban infrastruktur akibat proyek tersebut. DPRD Kota Malang pun meminta agar semua proses izin dijalankan secara transparan dan melibatkan masyarakat.
Ketua Komisi C DPRD Kota Malang, Muhammad Anas Muttaqin, mengingatkan agar pembangunan dilakukan sesuai prosedur dan tidak merugikan siapapun.
“Ini investasi besar, tapi harus sesuai aturan. Warga, pemerintah, dan investor harus sama-sama diuntungkan,” katanya.
Komisi A juga menyoroti minimnya kesiapan infrastruktur keselamatan, terutama perlengkapan pemadam kebakaran, jika bangunan setinggi 152 meter benar-benar direalisasikan.
“Ini bukan hanya soal investasi, tapi juga keselamatan warga,” ujar Harvad dari Komisi A.
Tunggu Izin, Jangan Nekat Bangun
Dandung menambahkan bahwa meskipun PT Tanrise sudah mengajukan rencana pengelolaan banjir dan akses lalu lintas sesuai Amdalalin, semua itu belum bisa direalisasikan secara fisik sebelum seluruh izin dikantongi.
“Kalau semua dokumen teknis terpenuhi dan persoalan sosial diantisipasi, tentu Pemkot akan memprosesnya sesuai aturan. Tapi jangan nekat duluan,” tegasnya.
Kini, keputusan ada di tangan investor dan pemerintah. Apakah proyek ini akan benar-benar menjadi ikon baru Kota Malang atau justru memicu persoalan baru di tengah kota, waktu yang akan menjawab. (mit)