Pemerintahan

LIRA Nilai Penunjukan Plh Sekda Kabupaten Malang Janggal dan Patut Dipertanyakan

125
×

LIRA Nilai Penunjukan Plh Sekda Kabupaten Malang Janggal dan Patut Dipertanyakan

Share this article
Pelaksana Tugas (Plt) Bupati LIRA Malang, Wiwid Tuhu Prasetyanto, S.H., M.H., menegaskan bahwa mekanisme pengisian jabatan Sekda melalui penunjukan Plh dalam konteks kekosongan definitif bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Pelaksana Tugas Bupati LIRA Malang, Wiwied Tuhu.(foto:sudutkota.id/dok)

Sudutkota.id – Keputusan Bupati Malang, HM Sanusi, dalam menunjuk Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM), Nurman Ramdansyah, sebagai Pelaksana Harian (Plh) Sekretaris Daerah (Sekda) terus menuai sorotan.

Kali ini sorotan tajam itu muncul dari Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) Kabupaten Malang. Sebab penunjukan Nurman sebagai Plh Sekda sejak September 2024 itu, dinilai menyimpang dari ketentuan hukum yang berlaku. Dan bisa berdampak pada stabilitas pemerintahan daerah.

Pelaksana Tugas (Plt) Bupati LIRA Malang, Wiwied Tuhu Prasetyanto, S.H., M.H., menegaskan bahwa mekanisme pengisian jabatan Sekda melalui penunjukan Plh dalam konteks kekosongan definitif bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

Kronologi Penunjukan

Penunjukan Nurman sebagai Plh Sekda dilakukan setelah masa tugasnya sebagai Penjabat (Pj) Sekda selama dua periode enam bulan berakhir. Sebelumnya, ia menggantikan Wahyu Hidayat, Sekda definitif yang ditunjuk menjadi Penjabat Wali Kota Malang.

Namun, pada September 2024, Wahyu mengundurkan diri dari status ASN untuk maju sebagai calon Wali Kota Malang dalam Pilkada serentak 2024, sehingga posisi Sekda definitif menjadi kosong permanen.

Alih-alih segera menunjuk Pj baru atau mempercepat seleksi pejabat definitif, Bupati Malang malah menunjuk kembali Nurman sebagai Plh Sekda. Hingga kini, penunjukan tersebut belum diganti dengan pejabat definitif, bahkan masih berlangsung pada Mei 2025.

Dinilai Langgar Aturan

Wiwid Tuhu menilai, keputusan tersebut bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil, khususnya Pasal 14 ayat (7), yang menyebut bahwa Plh hanya bisa ditunjuk jika pejabat definitif berhalangan sementara, seperti cuti, sakit, atau ditugaskan ke tempat lain.

Baca Juga :  Dianggarkan Rp 2,9 Miliar, Sejumlah 97 Unit RTLH Bakal Dibangun Dinsos Kota Batu

“Plh itu hanya ditunjuk bila pejabatnya ada tapi sedang berhalangan. Dalam kasus ini, Sekda definitif tidak ada, karena sudah mengundurkan diri. Maka tidak tepat menunjuk Plh, harusnya ada proses pengisian jabatan melalui mekanisme yang sesuai,” tegasnya saat ditemui Jumat (9/5/2025).

Ia juga mengutip Surat Edaran Menteri PANRB No. B/185/M.SM.02.03/2022 dan Permendagri No. 1 Tahun 2018, yang menegaskan bahwa jabatan Plh bersifat sangat terbatas dan penunjukannya tidak melalui Surat Keputusan (SK), melainkan cukup dengan surat dari atasan langsung. Seorang Plh juga tidak memiliki kewenangan membuat keputusan strategis.

“Dengan kewenangan yang sangat terbatas, tentu kualitas jabatan Plh jauh di bawah pejabat definitif. Padahal Sekda adalah jabatan strategis yang sangat vital dalam menentukan arah tata kelola pemerintahan daerah,” lanjutnya.

Dampak pada Pemerintahan

Menurut Wiwied, kebijakan ini tidak hanya menyalahi aturan, tetapi juga berpotensi mengganggu jalannya pemerintahan. Jabatan Sekda merupakan posisi strategis dalam struktur pemerintahan daerah, dan harus diisi oleh pejabat yang memiliki legitimasi dan kewenangan penuh.

“Pada prinsipnya penanggungjawabnya kan pejabat yang definitif. Kalau tidak ada pejabat definitif, maka akan janggal kalau terus-menerus dipaksakan diisi Plh,” tegasnya.

Baca Juga :  Hukuman Harvey Moeis Diperberat Menjadi 20 Tahun Penjara dan Denda Rp 420 Miliar, Ancaman Penambahan Hukuman Jika Uang Tak Dibayar

Ia juga menyoroti kemungkinan pelanggaran terhadap prinsip tata kelola pemerintahan yang baik dan kepatuhan terhadap hukum administrasi negara. Kondisi ini, menurutnya, tidak boleh dibiarkan berlarut-larut.

“Permasalahan ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut. Apalagi jabatan Sekda sangat penting. Pemerintah provinsi maupun Kementerian Dalam Negeri harus turun tangan,” ujarnya.

Wiwid menambahkan bahwa berdasarkan PP No. 12 Tahun 2017 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, kepala daerah yang melanggar ketentuan dapat dikenai sanksi administratif, mulai dari teguran tertulis, pemberhentian sementara, hingga pemberhentian tetap.

“Kalau ini terbukti melanggar aturan, maka Gubernur Jawa Timur atau Mendagri harus mengambil langkah. Ini bukan hanya dinamika internal, tapi soal kepatuhan terhadap sistem hukum negara,” katanya.

LIRA Siap Kawal

Sebagai bentuk kepedulian terhadap jalannya pemerintahan yang bersih dan taat hukum, LIRA menyatakan siap mengawal persoalan ini hingga tuntas. Mereka juga siap mengirimkan surat resmi kepada Gubernur Jawa Timur dan Menteri Dalam Negeri untuk meminta klarifikasi dan atensi serius.

“Jika diperlukan, LIRA akan mengirimkan surat resmi kepada Gubernur Jawa Timur dan Menteri Dalam Negeri untuk meminta klarifikasi dan atensi serius terhadap permasalahan ini. Masyarakat berhak tahu apa yang sebenarnya terjadi di Kabupaten Malang,” pungkas Wiwied.(pus)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *