Sudutkota.id – Kasus perampokan disertai pembunuhan di Jalan Anggodo, Dusun Wendit Timur, Desa Mangliawan, Kecamatan Pakis, Kabupaten Malang, pada Maret 2024 lalu, kini telah disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Kepanjen, Kabupaten Malang, Senin (15/7/2024) siang.
Dalam sidang pertama ini beragendakan pembacaan dakwaan terhadap kedua terdakwa yakni M Wakhid Hasyim Afandi (29) dan M Iqbal Faisal Amir (28).
Kuasa hukum kedua terdakwa, Heru Purnomo mengatakan, dalam dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Kabupaten Malang, kedua terdakwa kakak adik diancam dengan pasal 365 ayat 4 KUHP atau pasal 339 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
“Selaku kuasa hukum dari kedua terdakwa, kami merasa keberatan atas dakwaan tersebut, karena menurut saya dakwaan yang dibacakan JPU tadi ada beberapa kejanggalan,” ujarnya, usai jalannya sidang.
Maka dari itu pihaknya akan mengajukan eksepsi pada agenda sidang lanjutan pada 29 Juli mendatang.
“Kami tidak ingin kasus Pegi terjadi di Malang, karena ada beberapa kejanggalan terjadi dalam perkara ini,” ungkapnya.
“Mudah-mudahan penuntut fair dan mempelajari perkara ini, termasuk Majelis Hakim bisa memberikan satu keputusan yang seadil-adilnya,” sambungnya.
Namun demikian Heru enggan membeberkan kejanggalan yang ada dalam dakwaan tersebut.
“Kalau disampaikan sekarang tidak mungkin. Nanti kita beberkan pada eksepsi. Setidaknya ada tiga kejanggalan dalam perkara ini,” bebernya.
Ia juga berharap dalam perkara ini ada keadilan untuk kliennya. Karena, ia mempunyai keyakinan bahwa kedua kliennya itu tidak bersalah.
Saat disinggung terkait adanya penyiksaan, ketika dalam proses pemeriksaan kedua terdakwa, Heru menegaskan akan berkirim surat kepada Kapolres Malang, Kapolda Jatim, dan Propam bahwa ada kejanggalan proses pada saat penyidikan.
“Intinya menurut klien, itu sesuai dengan arahan penyidik. Ada tekanan, makanya akan kami ungkap dalam eksepsi nanti,” tegas Heru.
Sementara itu, dalam sidang perdana, kedua terdakwa mendapat dukungan dari orang tua dan puluhan warga dari kampungnya. Mereka datang untuk memberi dukungan terhadap kedua terdakwa kakak beradik itu. Karena beranggapan bahwa kedua terdakwa tidak bersalah dalam perkara ini.
“Saya jelas tidak terima, karena anak saya benar-benar tidak bersalah. Mereka kebetulan melintas kemudian dimintai tolong, oleh korban yang bernama Ester untuk memanggilkan warga,” ujar Mahfud, ayah kedua terdakwa.
“Setelah warga datang, mereka langsung pulang karena tidak bersalah dan tidak tahu apa-apa. Kalau membunuh pasti mereka ketakutan dan melarikan diri. Namun hal ini tidak dilakukan oleh mereka, seperti biasanya dan besoknya juga berkerja,” beber Mahfud.
Mahfud dan warga lainnya mengatakan, bahwa selama ini kedua terdakwa dikenal sebagai anak pendiam dan menurut pada orang tua. Sehingga warga sekampung tidak percaya kalau mereka melakukan perampokan apalagi sampai membunuh
“Semua orang kampung tidak percaya. Karena sebelum kejadian itu, asal usulnya adalah masalah warisan. Dan sebelum kejadian (korban, red) sudah lebam semua,” ungkapnya.
Untuk diketahui, kasus perampokan dan pembunuhan itu terjadi di Jalan Anggodo, Dusun Wendit Timur, Desa Mangliawan, Kecamatan Pakis, Kabupaten Malang, pada Maret 2024 lalu.
Akibat kejadian tersebut pendeta yang diketahui bernama Ester Sri Purwaningsih (69 tahun) mengalami luka parah di bagian wajah, sedangkan adiknya bernama Sri Agus Iswanto (60), penyandang tunanetra, tewas dengan luka tusukan pisau dapur di bagian leher belakang.
Dalam peristiwa itu, polisi telah menetapkan kakak beradik, yakni WHA dan IFA sebagai tersangka. (Mt)