Sudutkota.id – Meski sudah menetapkan sebagai tersangka, Polres Batu ternyata tidak melakukan penahanan terhadap AMH (69), terduga pelaku pencabulan dua santri perempuan, pondok pesantren HM, Desa Punten, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu. Hal ini memicu reaksi keras dari kuasa hukum korban.
Dalam konferensi pers yang digelar Polres Batu, pada Rabu (22/5/2025), kemarin, Kapolres Batu, AKBP Andi Yudha Pranata, menyatakan telah menetapkan AMH sebagai tersangka dalam perkara sesuai laporan polisi bernomor LP/12/I/2025/JATIM/RES BATU tanggal 22 Januari 2025.
Meski sudah jadi tersangka, pihak Kepolisian tidak melakukan penahanan terhadap AMH. Dengan alasan, pertimbangan usia dan kondisi kesehatan tersangka. Selain itu, polisi menilai AMH kooperatif.
“Kami yakini tidak akan melarikan diri. Yang bersangkutan juga masih berkeluarga dengan tokoh agama yang dikenal luas di Kota Batu,” ujar AKBP Andi, saat konferensi pers, pada Rabu (22/5/2025), kemarin.
Langkah yang diambil pihak Polres Batu tersebut, memicu reaksi keras dari Kantor Pengacara Kompak Law, kuasa hukum korban. Mereka menilai, keputusan itu tidak sesuai dengan kaidah hukum. Dan dapat menyebabkan masyarakat kehilangan kepercayaan terhadap keadilan dan integritas hukum.
Anggota tim kuasa hukum korban dari Kantor Pengacara Kompak Law, Taslim Pua Gading, SH, MH, mengatakan, pihaknya telah menerima Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) dari Penyidik Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Batu, atas nama Brigadir Sonia Firma Eka Audina, SH.
Akan tetapi setelah mengetahui bahwa tersangka AMH tidak ditahan, tim kuasa hukum korban merasa sangat keberatan. Sebab, pihak Kepolisian hanya melihat dari sisi tersangkanya saja. Yakni pertimbangan usia dan kondisi kesehatan, serta dinilai kooperatif.
“Menurut penilain kami, selaku kuasa hukum koban, pertimbangan yang diambil sepihak hanya melihat dari tersangka, namun tidak memikirkan tindakan yang dilakukan tersangka kepada korban, yang merupakan anak di bawah umur, serta perasaan keluarga korban,” ujar Gading.
Pertimbangan tersebut, lanjut dia, secara langsung tidak memberikan efek jera terhadap tersangka. Bahkan bisa dikatakan, tidak memberikan edukasi yang baik kepada masyarakat.
“Sama-sama kita ketahui, tindak pidana pencabulan anak adalah kejahatan yang serius dan dapat menyebabkan trauma yang mendalam pada korbannya,” tandasnya.
Masih kata Gading, pasal yang dikenakan pada AHM, yakni Pasal 82 juncto Pasal 76E Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014, tentang Perlindungan Anak. Dengan ancaman hukuman paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun penjara.
“Padahal sudah diatur jelas dalam pasal 21 ayat 4 huruf a KUHAP, tindak pidana yang ancaman pidananya 5 tahun atau lebih dapat ditahan. Secara subjektif dan objektif perkara tersebut sudah memenuhi syarat yang diatur dalam KUHAP, khususnya Pasal 21,” pungkas Gading.(pus)