Daerah

Kota Malang Terancam Mikroplastik, Ketua Komisi C DPRD: Perda Plastik Sekali Pakai Baru Masuk Agenda 2026

140
×

Kota Malang Terancam Mikroplastik, Ketua Komisi C DPRD: Perda Plastik Sekali Pakai Baru Masuk Agenda 2026

Share this article
Kota Malang Terancam Mikroplastik, Perda Plastik Sekali Pakai Baru Masuk Agenda 2026
aktivis lingkungan dari Aliansi Peduli Lingkungan mendatangi Gedung DPRD Kota Malang untuk audiensi bersama Komisi C.(foto:sudutkota.id/mit)

Sudutkota.id – Ancaman mikroplastik dan ledakan sampah plastik sekali pakai kini menghantui Kota Malang, yang selama ini dikenal sebagai kota pendidikan dan destinasi wisata. Rabu (13/8/2025) sore, belasan aktivis lingkungan dari Aliansi Peduli Lingkungan mendatangi Gedung DPRD Kota Malang untuk audiensi bersama Komisi C.

Pertemuan itu membahas Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) 12: Konsumsi dan Produksi yang Bertanggung Jawab, dengan fokus pada perlindungan lingkungan dan pengelolaan sampah plastik.

Sejak awal kedatangan, para aktivis membentangkan poster-poster dengan pesan tegas seperti “Malang Butuh Regulasi Pengurangan Plastik Sekali Pakai”, “Protect Your Baby from Microplastic Pollution”, “Break Free from Plastic”, hingga “Penduduk Indonesia Makan Plastik 15 Gram Per Bulan”.

Ketua Aliansi, Alek, mengungkapkan bahwa sejak 2020 pihaknya melakukan riset terkait keberadaan mikroplastik di berbagai media lingkungan, termasuk air Sungai Brantas, sedimen, air permukaan, hingga sampel feses manusia.

Hasilnya mencengangkan, Kota Malang menempati posisi tertinggi kandungan mikroplastik dalam tubuh manusia dibandingkan kota lain di Jawa Timur seperti Surabaya, Sidoarjo, Gresik, dan Kediri.

“Mikroplastik adalah partikel plastik berukuran kurang dari 5 milimeter yang berasal dari pecahan sampah plastik. Tanpa kita sadari, setiap hari kita mengonsumsi plastik dari kemasan sekali pakai, kresek, botol minum, hingga bungkus makanan kaki lima. Dampaknya bisa memicu kanker, gangguan hormon, penurunan kesuburan, bahkan memengaruhi perkembangan otak anak,” ujar Alek.

Temuan Aliansi diperkuat hasil riset akademik. Studi Universitas Brawijaya (Januari 2025) di Coban Kethak, Malang menunjukkan adanya mikroplastik di semua titik uji, dengan konsentrasi tertinggi di area rekreasi: 84 partikel per 100 gram sedimen dan 68 partikel per 50 liter air. Sementara di area persawahan, mikroplastik di sedimen nol, namun air tetap terkontaminasi hingga 44 partikel per 50 liter.

Penelitian lain di TPA Supit Urang mengungkap bahwa lindi (air rembesan sampah) mengandung mikroplastik 63–240 partikel per liter, didominasi bentuk film (48,30 persen) dan fragmen (42,98 persen), dengan polimer utama polypropylene (PP) dan polyethylene (PE). Lindi ini mengalir ke sungai yang digunakan warga untuk mandi, mencuci, hingga mencari ikan.

Secara nasional, pemerintah menargetkan pengurangan sampah laut hingga 70 persen pada 2025 melalui pembatasan plastik sekali pakai, peningkatan daur ulang, dan perbaikan sistem pengelolaan sampah. Target ini merupakan bagian dari komitmen Indonesia National Plastic Action Partnership (NPAP).

Meski jumlah daerah yang memiliki regulasi terus bertambah (dari 58 daerah pada 2021 menjadi 98 pada 2025), Malang masih tertinggal. Padahal, sebagai kota pendidikan, Malang dinilai punya potensi menjadi contoh nasional dalam pengelolaan plastik sekali pakai.

Aliansi Peduli Lingkungan menegaskan akan melanjutkan kampanye publik, riset lapangan, dan aksi kreatif hingga Perda benar-benar terwujud.

“Kalau dibiarkan, generasi kita akan mewarisi bumi yang penuh plastik, bahkan tubuh mereka akan ‘terisi’ plastik. Kita tidak mau itu terjadi di Malang,” tegas Alek.

Audiensi di Ruang Rapat Komisi C DPRD Kota Malang menghasilkan komitmen untuk mengawal lahirnya Peraturan Daerah (Perda) pembatasan plastik sekali pakai.

Ketua Komisi C Muhammad Anas Muttaqin menegaskan bahwa pembahasan Perda baru akan masuk Program Pembentukan Perda (Propemperda) pada 2026.

“Bahaya laten mikroplastik ini nyata. Masukan dari teman-teman akan kami tindaklanjuti menjadi Perda inisiatif. Kami ingin aturan yang kuat, termasuk sanksi bagi pelaku usaha. Bahkan di pemerintahan, penggunaan plastik sekali pakai seperti kemasan kopi atau lontong masih marak, dan ini harus diatur,” tegas Anas.

Anas mengungkapkan, hingga kini baru sekitar 2 provinsi dan 98 kota/kabupaten di Indonesia yang memiliki kebijakan pembatasan plastik sekali pakai yang efektif, dan Malang Raya belum termasuk. Regulasi yang ada di Malang masih sebatas surat edaran yang tidak mengikat, tanpa rincian teknis.

Anggota Komisi C dari Fraksi PDIP, Sony Rudiwiyanto, menilai bahwa masalah ini tak bisa dilepaskan dari buruknya pengelolaan sampah di Kota Malang.

“Kita menghasilkan 500–700 ton sampah per hari, tetapi hanya sekitar 30 persen yang bisa diproses. Peraturan nanti harus mendorong perubahan dari hulu mulai dari pengurangan produksi dan konsumsi plastik bukan sekadar mengurusi penanganan di hilir,” pungkasnya.(mit)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *