Sudutkota.id- Selama tiga bulan berturut-turut, Kota Malang telah mengalami deflasi. Masing-masing -0,08 persen pada Mei, -0,36 persen pada Juni, dan -0,01 persen pada Juli 2024.
Hal itu disampaikan oleh Pj Wali Kota Malang Wahyu Hidayat saat menanggapi soal sorotan dari DPRD Kota Malang terkait naiknya target pajak dalam Perubahan APBD 2024, pada Paripurna DPR, Rabu (7/8/2024).
Disampaikan Wahyu, deflasi dianggap sebagai indikasi melemahnya daya beli masyarakat, Namun sampai saat ini daya beli masyarakat masih tetap dalam kondisi aman dan terkendala.
“Tidak (berdampak dalam melemahnya jual beli). Jadi memang deflasi di Kota Malang ini terukur. Dalam deflasi kita ini, masih di koridor yang aman,” ujar Wahyu.
Untuk menjaga daya beli dan stabilitas harga Wahyu mengatakan, berbagai langkah juga telah dilakukan oleh Pemkot Malang. Salah satu upaya utama yaitu melalui koordinasi intensif dengan berbagai pihak terkait, termasuk Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID), Bank Indonesia (BI), dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Kota Malang.
“Nanti akan diperdalam dalam pembahasan di Banggar dan TAPD. Nah ini hanya sebagian jawaban dari Pandangan Umum (PU) fraksi kemarin. Nanti akan dibahas lagi antara banggar dan TAPD,” jelasnya.
Pemkot Malang juga telah menandatangani Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan Pemerintah Kabupaten Probolinggo terkait komoditas bawang merah.
Termasuk dengan menyusun rencana PKS Kerjasama Antar Daerah (KAD) dengan Kabupaten Lumajang terkait komoditas cabai.
“Tapi memang ada deflasi yang menunjukan melemahnya daya beli, tapi di kita tidak sampai seperti itu. Ini adalah salah satu hal yang positif untuk kondisi inflasi di Kota Malang,” Imbuh Wahyu.
Disamping itu, kata Wahyu, Pemkot Malang telah menerima kiriman bawang merah dari daerah lain.
“Pasokan bawang merah itu telah menjaga stabilitas inflasi yang ada di Kota Malang. Kota lain yang diajak kerjasama antara lain Kabupaten Lumajang dan Blitar,” pungkasnya. (Mt)