Kasus Dana Hibah Pokir DPRD Provinsi Jatim Tak Cuma Pidana Korupsi, Tapi Juga Kejahatan HAM

0
Di Gedung KPK ini nantinya para tersangka dana hibah Pokir DPRD Provinsi Jatim, TA. 2019-2022 akan bermuara.(foto:sudutkota.id/ist.)
Advertisement

Sudutkota.id – Sejumlah kalangan terus menyorot penanganan kasus korupsi penggunaan Dana Hibah Pokok Pikiran (Pokir) DPRD Provinsi Jatim tahun anggaran 2019-2022. Yang diperkirakan telah merugikan keuangan negara mencapai Ratusan Miliar hingga Triliunan Rupiah.

Bahkan ada yang menilai, kasus penyalahgunaan dana hibah tersebut tak hanya masalah tindak pidana korupsi. Melainkan sudah termasuk pada kejahatan Hak Azasi Manusia (HAM). Karena telah merugikan dan mencederai hati nurani rakyat. Khususnya pada rakyat yang telah memilih para terduga pelaku juga tersangka, agar mereka bisa duduk di kursi anggota dewan.

Pernyataan tersebut seperti dikatakan salah seorang aktivis sekaligus pemerhati tata kelola pemerintahan asal Kota Malang, Eryk Armando Talla.

“Perihal program dana hibah Pokir DPRD Provinsi Jatim, menurut pandangan saya merupakan kejahatan luar biasa yang menyakiti hati rakyat,” tegas Eryk pada sudutkota.id, dalam sebuah perbincangan, awal pekan ini.

Bagaimana tidak? dari informasi yang dia dapatkan, pemanggilan dan pemeriksaan atas 35 Kelompok Masyarakat (Pokmas) di wilayah Malang Raya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) beberapa waktu lalu itu, ternyata masih menyisakan pertanyaan besar.

“Yakni, bagaimana mungkin Pokmas yang menerima dana hibah Pokir justru mengaku tidak mengenal anggota dewan yang menjadi aspirator mereka,” ungkap Eryk, yang cukup intens mengikuti perjalanan kasus hibah ini sejak awal.

Perlu diketahui, lanjut Eryk, semua Pokmas yang telah diperiksa tersebut terkait dengan tersangka atas nama Kusnadi. Yang notabene adalah anggota bahkan mantan Ketua DPRD Provinsi Jatim dari PDIP, asal Daerah Pemilihan (Dapil) Jatim II (Sidoarjo).

Sedangkan para Pokmas yang sudah diperiksa berada di wilayah Malang Raya. “Bagaimana mungkin tersangka (Kusnadi) melakukan reses di luar dapilnya? Jika pengakuan Pokmas mengatakan bahwa proposal tersebut adalah hasil reses dari anggota dewan provinsi di lingkungan mereka,” ungkap Eryk.

Yang lebih mengherankan lagi, lanjutnya, ternyata reses yang dimaksud oleh para Pokmas itu adalah reses anggota dewan atas nama Hikmah Bafaqih. Yang diketahui adalah anggota dewan Provinsi Jatim dari Dapil VI (Malang Raya), yang berasal dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

Fenomena ini mengingatkan Eryk atas perkara tindak pidana korupsi (TPK) pada program P2SEM beberapa tahun silam. Dimana pada program tersebut ditemukan adanya ‘jual beli kuota’. “Karena ada jual beli kuota, artinya ada pemotongan anggaran yang diterima oleh Pokmas,” terang Eryk.

Jika hal tersebut juga terjadi pada pelaksanaan dana hibah Pokir, menurut Eryk, dugaan TPK atas program dana hibah yang saat ini masih terus dilakukan penyidikan itu, bukan lagi sebatas kejahatan korupsi biasa. Tapi juga merupakan kejahatan HAM.

“Para anggota dewan ini kan mewakili rakyat di dapilnya masing-masing. Bagaimana mungkin mereka (terduga pelaku/tersangka) bisa menjual kuota mereka ke dapil lain. Apalagi mereka juga berbeda partai. Ini merupakan pengkhianatan serta merugikan bagi rakyat yang memilih mereka,” pungkas Eryk.

Di bagian lain, belum ada pernyataan jawaban dari Hikmah Bafaqih terkait hal tersebut. Sudutkota.id sudah mengirim pertanyaan konfirmasi melalui pesan WhatApps pada politisi yang periode ini (2024-2029) terpilih kembali jadi anggota DPRD Provinsi Jatim itu. Namun hingga berita ini diunggah tidak juga ada jawaban balasan.

Digali dari berbagai sumber, dana hibah Pokir yang dikelola oleh Hikmah Bafaqih tidak kurang dari Rp. 35,7 Miliar. Jumlah tersebut yang dia terima di tahun anggaran 2019-2022. Sementara untuk tersangka Kusnadi menerima dana hibah Pokir lebih dari Rp. 366,1 Miliar. Di tahun anggaran yang sama.(SW)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here