Sudutkota.id – Sebuah jembatan penghubung antar desa di Kabupaten Malang ambrol pada, Senin (8/9/2025), sekitar pukul 23.00 WIB. Peristiwa ini terjadi di Dusun/Desa Wadung, Kecamatan Pakisaji, Kabupaten Malang, setelah sebuah truk bermuatan pasir melintas di atas jembatan tersebut.
Jembatan yang biasa disebut Jembatan Wadung itu dibangun pada tahun 1992 dengan swadaya masyarakat serta dukungan Corporate Social Responsibility (CSR) dari PG Kebonagung. Bangunan berusia lebih dari 30 tahun ini memiliki tinggi sekitar 5–7 meter, panjang 18 meter, dan lebar 2,5 meter. Selama ini, jembatan menjadi jalur penting warga untuk ke sawah, pabrik, hingga akses anak sekolah.
Sopir truk bernama Wijaya, warga Desa Sempalwadak, Kecamatan Bululawang, mengaku tidak mengetahui bahwa jembatan tersebut hanya diperuntukkan bagi kendaraan roda dua. Ia tersesat ketika hendak mengantar muatan pasir dari Kecamatan Wajak menuju Desa Mendalanwangi, Kecamatan Wagir.
“Jalan (utama) ditutup dan tidak ada petunjuk arah. Lalu saya tanya orang dan lihat Google Maps,” kata Wijaya.
Menurutnya, kondisi jembatan pada malam itu terlihat cukup layak untuk dilewati. Lebarnya dinilai memadai untuk dilintasi kendaraan roda empat, apalagi ada penerangan jalan sehingga tidak terlihat berbahaya. Namun nahas, ketika truk melewati badan jembatan, konstruksi tua itu tidak mampu menahan beban berat sehingga ambrol seketika.
Kepala Desa Wadung, Mahyuddin, menegaskan sejak lama jembatan tersebut sebenarnya tidak lagi layak dilalui kendaraan besar. Bahkan, pernah dipasang tanda larangan untuk mobil melintas. Namun tanda itu dirusak orang tak dikenal.
“Ada orang yang merusak patok (tanda larangan),” ungkap Mahyuddin.
Meski statusnya jalan desa, Mahyuddin sudah melaporkan ambrolnya jembatan itu ke Dinas Pekerjaan Umum (PU) Bina Marga Kabupaten Malang. Ia berharap pemerintah kabupaten segera turun tangan membantu pembangunan kembali.
“Kami berharap bisa dibangun lebih kuat dan lebih lebar, karena ini akses vital bagi warga,” ujarnya.
Pentingnya jembatan Wadung tidak bisa disepelekan. Jalur tersebut menghubungkan Desa Wadung dengan Desa Sukoanyar, sekaligus menjadi akses alternatif menuju Desa Pakisaji, Genengan, dan Kebonagung. Tanpa jembatan ini, warga harus menempuh perjalanan memutar hingga 30 menit lebih lama.
Kini, aktivitas warga lumpuh. Petani kesulitan menuju sawah, pekerja pabrik harus mencari jalan memutar, dan anak sekolah pun terdampak. Warga berharap pemerintah segera melakukan penanganan darurat sebelum pembangunan permanen dilakukan.