Sudutkota.id – Pengurus Cabang Ikatan Alumni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (IKA PMII) Kabupaten Malang mengeluarkan pernyataan resmi menanggapi tayangan di stasiun televisi TRANS7 yang dianggap melecehkan dan mendiskreditkan santri, kiai, serta institusi pesantren.
Sikap tegas ini muncul sebagai respons atas penyiaran yang dinilai tidak berimbang dan berpotensi menimbulkan konflik sosial.
Menurut Ketua PC IKA PMII Kabupaten Malang, Husnul Hakim SY, MH, tayangan tersebut tidak hanya merusak martabat kelompok keagamaan tradisional, tetapi juga melanggar kode etik jurnalistik dan aturan penyiaran yang berlaku di Indonesia.
“Santri, kiai, dan pesantren adalah simbol moral bangsa yang telah berkontribusi besar terhadap sejarah dan pembangunan Indonesia. Penghinaan terhadap mereka sama saja dengan merendahkan nilai-nilai keindonesiaan,” tegas Husnul Hakim dalam pernyataan resminya, Selasa (14/10/2025).
IKA PMII menilai tayangan TRANS7 tersebut melanggar sejumlah regulasi penting, antara lain Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, Kode Etik Jurnalistik Dewan Pers, serta pedoman perilaku dan standar program siaran dari Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).
Hal tersebut menurut mereka berpotensi menimbulkan keresahan di tengah masyarakat yang menjunjung tinggi nilai toleransi dan kebhinekaan.
Sebagai bentuk penegakan etika dan perlindungan terhadap komunitas pesantren, IKA PMII Kabupaten Malang menuntut beberapa langkah tegas.
Antara lain, permintaan maaf terbuka dari manajemen TRANS7 kepada komunitas santri, kiai, dan pesantren secara nasional. Penyelidikan dan penjatuhan sanksi oleh Dewan Pers dan KPI terhadap stasiun televisi terkait.
Penindakan hukum oleh aparat penegak hukum berdasarkan KUHP dan UU ITE atas dugaan ujaran kebencian dan penghinaan. Juga ancaman penghentian operasional dan pencabutan izin siar TRANS7 jika tidak ada itikad baik dalam waktu tujuh hari.
IKA PMII juga mengajak seluruh jaringan alumni dan kalangan santri di Kabupaten Malang untuk bersatu menjaga ketertiban, sambil memperkuat solidaritas dan perlawanan moral terhadap setiap bentuk penghinaan kepada pesantren dan tokoh keagamaan.
“Ini bukan sekadar membela pesantren, tetapi juga mempertahankan akal sehat dan nurani bangsa,” ujar Husnul Hakim.