Sudutkota.id – Rapat Paripurna DPRD Kota Malang dengan agenda penyampaian pandangan umum fraksi terhadap Rancangan Peraturan Daerah KUA-PPAS APBD Tahun Anggaran 2026 digelar di Ruang Rapat Paripurna DPRD Kota Malang, Rabu (17/9/2025).
Dalam rapat tersebut, Fraksi Partai Golkar melalui juru bicaranya, Sri Mulyani, menyampaikan sejumlah catatan kritis sekaligus meminta penjelasan detail dari Pemerintah Kota Malang terkait arah kebijakan fiskal yang telah disusun.
Sri Mulyani menegaskan, penyusunan KUA-PPAS 2026 harus sesuai amanat Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2024 Pasal 7 ayat (2) tentang harmonisasi kebijakan fiskal nasional. Regulasi tersebut mengatur agar perencanaan keuangan daerah selaras dengan target kinerja makro maupun program daerah, serta melalui penilaian kesesuaian oleh perwakilan pemerintah pusat bersama kementerian terkait.
Namun, menurut Sri Mulyani, proyeksi pendapatan dan belanja daerah pada APBD 2026 justru mengalami penurunan signifikan. Pendapatan daerah diperkirakan hanya mencapai Rp 1,92 Triliun atau berkurang sekitar Rp 100 Miliar (8,8 persen) dibandingkan APBD sebelumnya yang mencapai Rp 2,38 Triliun.
Sementara itu, belanja daerah juga diproyeksikan turun dari Rp 2,56 Triliun pada tahun 2025 menjadi Rp 2,30 Triliun pada tahun 2026.
“Penurunan ini memang dimaknai sebagai upaya efisiensi. Tetapi Fraksi Partai Golkar meminta penjelasan konkret pemerintah kota terkait strategi agar hal tersebut tidak berdampak pada kualitas pembangunan dan pelayanan publik,” ujar Sri Mulyani.
Golkar juga menyoroti kebutuhan anggaran program prioritas berbasis kewilayahan, terutama pembangunan di tingkat RT yang dinilai sebagai pengejawantahan visi-misi kepala daerah. Menurut Sri Mulyani, janji politik kepala daerah terkait pemberdayaan RT dengan kebutuhan anggaran mencapai Rp 50 Miliar harus tetap dijalankan, meskipun kondisi keuangan daerah masih terbatas.
Selain itu, Sri Mulyani menekankan pentingnya menjaga alokasi anggaran pendidikan dan kesehatan. Ia menyoroti turunnya anggaran pendidikan hingga 13,3 persen setelah refocusing, serta mempertanyakan indikator kinerja yang digunakan untuk mengukur kualitas pelayanan kesehatan, termasuk rasio tenaga medis dan akses layanan dasar yang merata.
Pada sisi pembangunan infrastruktur, Fraksi Golkar meminta kejelasan program, besaran anggaran, serta mekanisme pengawasan agar penggunaan mandatory spending minimal 40 persen dari belanja APBD benar-benar berdampak pada pelayanan publik.
“Semua tantangan pembangunan harus dijawab dengan kebijakan yang komprehensif dan berorientasi pada kesejahteraan rakyat,” tegas Sri Mulyani.
Dengan berbagai catatan tersebut, Fraksi Golkar DPRD Kota Malang meminta penjelasan resmi Pemerintah Kota Malang sebelum rancangan KUA-PPAS 2026 dibahas lebih lanjut.




















