Sudutkota.id – Sengketa jual beli tanah seluas 100 meter persegi Masjid Syaidinah Ibrohim di Dusun Krajan Desa Kasri Kabupaten Malang, terus berlangsung. Terhitung sejak tahun 2017 lalu hingga saat ini kasus itu tak kunjung selesai.
Bahkan, perkara itu terkesan makin carut marut. Ini dipicu atas terlibatnya dua oknum warga Desa Kasri, yang mengalihkan penjualan atas lahan tersebut pada kisaran tahun 2022 silam.
“Lahan itu berhimpitan langsung dengan lokasi masjid. Kerena dijual, akhirnya pengurus memutuskan untuk membeli sebagai upaya perluasan halaman masjid,” ujar Ketua Aliansi Masyarakat Peduli Desa Kasri, Basuki, Sabtu (9/11) siang kemarin.
Basuki mengungkapkan, awalnya sekitar tahun 2017 pihak masjid membeli lahan itu kepada dua orang bernama Erwin dan Yeni. Dengan kesepakatan harga sebesar Rp 90 juta. Namun masih dibayar Rp 10 juta. Dan akan dilunasi jika surat Akte Jual Beli (AJB) sudah jadi.
Seiring berjalannya waktu, pengurus masjid menanyakan terkait AJB yang dijanjikan. Namun setiap dipertanyakan pada Erwin dan Yeni, keduanya selalu menjawab masih dalam proses di kantor Desa Kasri. Akan tetapi tahu-tahu sekitar tahun 2022, lahan yang sama dijual oleh Erwin dan Yeni pada H. Basori warga Desa Pringu, Kecamatan Bululawang.
“Tahunya kami selaku pengurus masjid, tiba-tiba ada orang datang yang menamakan utusan H. Basori dan langsung menebangi pohon pepaya yang ditanam pengurus masjid pada lahan itu,” kata Basuki.
Basuki menceritakan, karena masjid masih dalam proses pembangunan, oleh pengurus lahan tersebut ditanami pepaya. Dengan tujuan hasilnya bisa buat tambahan biaya pembangunan. Hal itu dilakukan sejak ada keaepakatan dibeli dengan dikasih uang muka.
Terkait kejadian itu pengurus dan Aliansi mengadu pada Polsek Bululawang dan dijanjikan akan dilakukan mediasi atas kasus yang muncul itu.
Namun hasilnya justru menjerumuskan pengelola masjid dan aliansi. Karena Kapolsek justru meminta pengurus masjid mengalah karena tidak memilik dasar bukti surat atas lahan tersebut.
“Malah kalau mau lahan itu disuruh membeli pada pemilik baru dengan harga diatas Rp 200 juta,” imbuh Basuki.
Bahkan pasca mediasi, lanjut Basuki, hampir ada insiden pembunuhan. Karena ahli waris atas lahan itu mendatangi imam masjid dengan membawa senjata tajam (clurit) dan mengancam akan dibunuh karena telah menjual lahan tersebut.
Memang lahan itu atas nama Misto/Lamina dan memiliki dua orang anak atas nama Tukiman dan Tuyem. Akan tetapi yang menjual adalah Erwin dan Yeni warga desa Pringu. Saat ditanya bahwa lahan itu sudah dibelinya dari ahli waris yang bernama Tukiman.
“Tapi anehnya saat terjadi peralihan kedua pada H. Basori, justru Tukiman menuduh Imam masjid yang menjual lahan itu pada orang lain,” terang Basuki.
Sebetulnya pengurus masjid tidak ingin meributkan atas permasalahan yang muncul. Oleh sebab itu mereka tidak mau melaporkan hal itu.
“Namun hanya melakukan pengaduan pada Polsek, untuk membantu menyelesaikan permasalah itu. Tapi hasilnya malah tidak sesuai harapan, bahkan permasalah yang ada semakin terkesan ruwet dan berkepanjangan.” tukasnya.(Mt)