Sudutkota.id – Dalam konser Sambung Sambang Sketsa Jalanan, Sabtu (26/7/2025) malam, Anto Baret tampil bukan hanya sebagai musisi, tapi juga penyambung suara rakyat kecil. Lewat petikan gitar dan kata-kata tajam, ia menyalurkan keresahan yang selama ini terpendam.
“Alhamdulillah, malam ini bukan sekadar manggung, tapi merayakan napas jalanan, jeritan hati rakyat kecil yang tak pernah masuk headline,” kata Anto Baret, usai tampil, di Gedung Kesenian Gajayana, Kota Malang.
Ia menyebut panggung sketsa jalanan sebagai ruang yang otentik. Bagi Anto, tempat semacam ini lebih dari sekadar pertunjukan seni, melainkan tempat pulang bagi mereka yang hidup dari lorong ke lorong dan sudut-sudut kota.
Baginya, ekspresi paling jujur lahir bukan dari studio rekaman saja, tetapi dari debu dan aspal. “Saya bukan artis, saya cuma penyampai pesan dari lorong-lorong yang kerap dilupakan dan Di sini saya merasa pulang,” ujarnya penuh keyakinan.
Penampilan Anto disambut semangat oleh para pengunjung yang hadir dari berbagai kalangan. Dengan irama sederhana namun cadas sarat makna, ia menyuarakan keresahan sosial yang sering luput dari perhatian media. Menurutnya, sketsa jalanan adalah cermin besar yang memantulkan sisi-sisi kehidupan yang kerap dilupakan.
“Buat kawan-kawan muda, seniman, pejalan kaki, dan siapa pun yang hidupnya bersentuhan dengan kenyataan, teruslah bersuara, sketsa jalanan ini seperti cermin besar memantulkan luka, tawa, dan harapan,” tuturnya.
Ia juga menyampaikan pesan kepada generasi muda dan para seniman agar terus bersuara melalui karya. Anto menekankan pentingnya keberanian dalam menyampaikan kebenaran meskipun lewat medium yang sederhana. Ia percaya, perubahan besar selalu lahir dari suara-suara kecil yang terus bertahan.
“Teruslah bersuara jangan takut kotor, jangan takut beda,Karena dari jalanan lah suara-suara jujur lahir. Kita butuh lebih banyak karya yang tak cuma enak didengar, tapi juga menyentil nurani.” pesannya.
Tak berhenti di situ, Anto berharap acara seperti ini bisa menjadi gerakan jangka panjang. Ia membayangkan Sambung Sambang sebagai sekolah alternatif bagi para seniman jalanan, tempat berkarya sekaligus belajar. Lebih dari itu, ia ingin acara ini menjadi ruang tumbuh bagi solidaritas dan kesadaran bersama.
“Semoga acara seperti Sambung Sambang Sketsa Jalanan ini tak berhenti di satu titik. Ia harus menjelma jadi gerakan. Jadi ruang hidup bagi seniman-seniman jalanan, jadi sekolah alternatif bagi mereka yang tak punya panggung, kelak kita tak cuma sambung sketsa, tapi juga sambung rasa dan sambung perubahan,” pungkasnya.(ris)