Sudutkota.id – Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Malang mencatat capaian tinggi dalam sektor retribusi parkir tepi jalan umum (TJU). Hingga akhir Juli 2025, pendapatan dari sektor ini telah mencapai 99 persen dari target bulan berjalan.
Namun, Kepala Dishub Kota Malang, R. Wijaya Saleh, menegaskan bahwa masih banyak pekerjaan rumah dalam pengelolaan lapangan dan pengawasan petugas.
“Target bulanan parkir tepi jalan kami sebesar Rp. 66.990.000, dan per hari ini sudah tercapai sekitar Rp. 66 Juta lebih, atau 99 persen. Tapi secara tahunan, target penerimaan parkir tepi jalan mencapai lebih dari Rp. 15 Miliar lebih. Jadi ini baru sebagian kecil dari tantangan yang harus kami tuntaskan,” kata R. Wijaya Saleh, Senin (29/7/2025).
Parkir tepi jalan umum di Kota Malang tersebar di 742 titik, dengan pengelolaan manual oleh petugas. Banyak dari titik tersebut belum dilengkapi sistem pengawasan digital, sehingga Dishub mengandalkan kontrol langsung dari lapangan.
“Pengendalian di tepi jalan itu memang sulit. Jumlah titiknya banyak, SDM-nya beragam, dan alat kontrolnya masih terbatas. Ini menjadi pekerjaan berat yang harus kami perbaiki,” jelasnya.
Sementara itu, Dishub mencatat hasil signifikan dari 8 titik parkir khusus yang dikelola langsung dengan sistem digital dan non-tunai (cashless). Beberapa titik andalan antara lain berada di Malang Town Square (MOG) dan Malang Creative Center (MCC).
“Di titik MOG, rata-rata pendapatan parkir mencapai Rp. 7,5 Juta per hari, sedangkan di MCC sekitar Rp. 750 Ribu per hari,” ungkap Wijaya.
Secara keseluruhan, pendapatan dari parkir khusus tahun 2024 mencapai Rp. 5 Miliar. Untuk tahun 2025 ini, Dishub menargetkan angka tersebut naik menjadi Rp. 6,5 Miliar.
“Parkir khusus ini potensinya besar karena dikelola rapi, diawasi digital, dan jauh dari penyimpangan. Transparansi dan kenyamanan juga lebih terasa bagi masyarakat,” imbuhnya.
Meski begitu, Dishub tetap menghadapi sejumlah kendala teknis. Dari 50 alat pengendali parkir yang tersebar di sejumlah titik strategis, 5 unit dilaporkan mengalami kerusakan, terutama di wilayah timur kota.
Kerusakan ini berdampak pada terhambatnya pencatatan transaksi dan pembacaan kendaraan yang masuk atau keluar.
“Kalau alat tidak bisa membaca, pembayaran tidak bisa dicatat, dan potensi pendapatan hilang. Ini juga jadi perhatian kami,” tegasnya.
Selain kendala teknis, kebocoran pendapatan akibat penyimpangan oleh oknum petugas parkir masih menjadi isu utama. Dishub memperkirakan potensi kebocoran dari sektor parkir, terutama tepi jalan, bisa mencapai 25–28 persen dari nilai riil.
“Kalau satu titik seharusnya bisa menghasilkan sekian juta, tapi yang disetor jauh di bawah itu, maka perlu evaluasi dan pembenahan menyeluruh,” ujarnya.
Sebagai langkah tegas, Dishub akan mengundang Kejaksaan Negeri dan Polresta Malang Kota dalam waktu dekat untuk memperkuat pengawasan di titik-titik rawan penyimpangan. Pertemuan ini akan menjadi bagian dari upaya mitigasi menyeluruh terhadap sistem perparkiran di Kota Malang.
“Kami ingin petugas parkir benar-benar bekerja sesuai aturan. Jangan sampai yang menjadi hak pemerintah justru hilang di lapangan,” ujarnya.
Pihaknya juga tengah mendorong percepatan revisi Peraturan Daerah (Perda) tentang perparkiran, agar pengelolaan parkir di Kota Malang dapat lebih tegas, modern, dan terintegrasi secara digital di semua titik, termasuk parkir tepi jalan.
“Kalau sistem transparan, alat berfungsi, dan petugas tertib, masyarakat pasti percaya dan mendukung. Ini bukan soal sekadar mengejar setoran, tapi membangun pelayanan yang adil dan profesional,” pungkas R. Wijaya Saleh.(mit)