Sudutkota.id – Seorang bos besar di Kota Malang, kini banting setir jadi driver ojek online. Ini gegara, diduga ia tertipu mafia tanah yang merupakan rekan kerjanya dahulu.
Bos besar ini diketahui bernama Arya Sjahreza Bayu Lesmana (46), warga Jalan Bandung No 34, Kelurahan Penanggungan, Kecanatan Klojen, Kota Malang.
Bersama pengacaranya Sastra, ia melakukan gugatan perdata nomor 36 ke Pengadilan Negeri (PN) Malang terhadap dua orang yang diduga sebagai mafia tanah yang menipunya.
“Dan hari ini Kamis (6/2/2025) kami bersama klien kami melakukan sidang pertama perkara gugatan perdata nomor 36. Sidang pertama ini masih ngecek untuk legalitas para pihak. Dan gugatan perlawanan ini kami ajukan atas perkara nomer 95 PDT 2023,” ujar Sastra, pengacara Penggugat kepada sudutkota.id usai melakukan sidang perdana di PN Malang , Kamis (6/2) sore.
Ia mengungkapkan, sidang pertama ini, masih mengecek kelengkapan dari para pihak. Dan sidang selanjutnya akan dilakukan satu minggu kedepan.
“Dan dalam sidang pertama ini dihadiri langsung klien kami, pihak terlawan yang diwakili advokatnya yakni Doktor Hendry. Namun pihak terlawan 4 orang dari BPN tidak hadir,” jelasnya.
Dalam tahapan mediasi, lanjut Sastra, biasanya pengadilan memanggil 3 kali para pihak. Dan apabila 3 kali panggilan diabaikan, maka pengadilan melanjutkan ke tahap berikutnya, yaitu mediasi.
Dijelaskan Sastra, perkara perdata ini berawal masalah sengketa utang-piutang antara kliennya dengan temannya berinisial NA warga Jalan Juanda, Kelurahan Jodipan, Kecamatan Blimbing, Kota Malang.
“Klien kami diajak terlawan NA kerja sama dalam usaha rokok di pabrik rokok Pasuruan. Dan saat itu klien kami sedang dalam kondisi bangkrut dalam usaha kontraktor batu bara di Kalimantan Timur tahun 2017. Karena sama-sama tidak punya modal, jadi antara klien kami dengan terlawan NA ini menggunakan jaminan rumah orang tua dari klien kami yang terletak di Jalan Bandung nomer 34 Kota Malang,” jelas Sastra yang diamini oleh Arya.

Karena sertifikat rumah orangtuanya tidak bisa dibalik nama atas nama klien kami, lanjut Sastra, akhirnya diambillah alternatif balik nama sertifikat ke atas nama rekannya NA yang berinisial RT warga Jalan Panggung, Kelurahan Oro-Oro Dowo, Kecamatan Klojen, Kota Malang.
“Dan ini sepengetahuan dari orang tua klien kami kalau serfitikat tanahnya sudah dibalik nama menjadi serfitikat tanah milik RT dengan alasan cuma hanya untuk pinjam pakai nama pengajuan pinjaman ke Bank Bukopin sebesar Rp 5 Miliar,” bebernya.
Setelah cair uangnya dari Bank Bukopin, sekitar Rp. 5 Miliar, uang tersebut dibuat untuk modal usaha bersama. Berjalan dua tahun, usaha rokok ini macet, sehingga gagal bayar di Bank Bukopin ini.
Selanjutnya dari keterangan NA kepada kleinnya, kata Sastra, rumah tersebut mau dilelang. Padahal kleinnya masih menempati rumah tersebut sampai sekarang.
“Klein kami sudah kalut, akhirnya dicarikan solusi yang lain. Dan NA mengenalkan temannya berinisial RT lagi yang sanggup untuk melunasi dan mengambil SHM yang ada di Bank Bukopin dengan perjanjian buyback, satu tahun,” jelasnya.
“Akhirnya klein kami sepakat bersama NA dan TR tadinya. Singkatnya ada uang mau dilunasi, berubah jadi Rp. 12,5 Miliar, katanya TR ini kalau NA punya utang pribadi, padahal ngak ada hubungannya dengan klein kami. Akhirnya muncul gugatan dari isteri NA dalam perkara 95,” papar Sastra.
Dalam perkara 95 itu mengabulkan gugatan rekopensi dari RT sampai tingkat kasasi, yang putusannya salah satunya adalah terkait dengan atmaning yang kemarin dalam putusan itu
Dari pihaknya selaku kuasa hukum dari ahli waris, mengajukan gugatan perlawanan terhadap perkara yang 95. Bahwa objek jual beli itu belum pernah dilakukan secara serah terima.
“Peralihan itu hanya data yuridisnya. SHM itu beralih dan kami menduga itu adanya penyelundupan hukum dan klein kami juga tidak mengetahui, baik dari alih waris maupun dari klien kami, bahwa sertifikat rumahnya ini sudah beralih dari ahli waris maupun klein kami,” jelas Sastra.
Mengingat sampai saat ini pun dan PS perkara 95, kleinnya ini masih menempati rumahnya yang ada di Jalan Bandung Nomor 34. Jadi tidak pernah dilakukan, serah terima smpai sekarang.
“Perkara berawal utang-piutang, dan kami sudah menawarkan win-win solusi biar tidak ada pihak yang dirugikan, yaitu adalah kesepakatan awal antara klien kami ini dengan NA dan RT,” tutur Sastra.
“Jadi ada kesepakatan pelunasan Rp. 6 Miliar dari pihak kami. Kalau memang rumah itu mau dikuasai, kami tidak ada masalah. Dengan harga pasar sekarang ini limitnya sekitar Rp. 15 Miliar. Berarti ada selisih harga di situ. Kami menawarkan kalau memang mau dikuasai, silakan rumah itu selisih dari harga Rp. 9 Miliar itu dikembalikan kepada kami. Itu mungkin solusi dari kami.” tandasnya.
Sementara Doktor Hendry selaku kuasa hukum dari NA saat dikonfirmasi awak media mengatakan, dalam sidang pertama perkara gugatan perdata nomor 36, pihaknya masih berkoordinasi dengan kliennya terkait kelengkapan lainnya.
“Kami akan cek lagi bersama klein kami terkait kelengkapan lainnya,” pungkasnya.(AD)