Pemerintahan

Bau Busuk di Balik Limbah Medis TPA Supiturang: DPRD Kota Malang Blak-blakan, DLH Bingung, Warga Menjerit

185
×

Bau Busuk di Balik Limbah Medis TPA Supiturang: DPRD Kota Malang Blak-blakan, DLH Bingung, Warga Menjerit

Share this article
Polemik limbah medis di TPA Supiturang, Kota Malang, meletup. Bukan sekadar bau tak sedap, tapi ancaman nyata bagi lingkungan dan kesehatan warga.
Wakil Ketua Komisi C DPRD Kota Malang, Dito Arif Nurchahmadi.(foto:sudutkota.id/mit)

Sudutkota.id – Polemik limbah medis di TPA Supiturang, Kota Malang, meletup. Bukan sekadar bau tak sedap, tapi ancaman nyata bagi lingkungan dan kesehatan warga.

Dugaan kuat masuknya limbah B3 medis ke TPA yang seharusnya hanya menampung sampah domestik menjadi sorotan tajam dalam audiensi publik yang digelar Komisi C DPRD Kota Malang, Senin (19/5/2025).

Wakil Ketua Komisi C DPRD Kota Malang, Dito Arif Nurchahmadi, tak menutup-nutupi.

“Ini serius. Ada pelemahan pengawasan. Kalau hari ini ada dugaan limbah medis masuk ke TPA Supiturang, itu bukan kejadian yang jatuh dari langit. Sudah lama kami peringatkan. Bahkan interupsi kami sampaikan dalam sidang paripurna,” tegasnya kepada sudutkota.id.

Menurut Dito, dari sekitar 75 fasilitas kesehatan (faskes) di Kota Malang, banyak yang tidak melaporkan limbah B3 mereka ke Dinas Lingkungan Hidup (DLH).

“Bayangkan, limbah berbahaya seperti jarum bekas, sisa darah, bahan kimia medis, ikut nyampur di antara sampah rumah tangga. Ini bukan main-main. Dan ini tidak lepas dari sistem pengawasan kita yang bolong,” ujarnya.

Sementara itu, anggota Komisi C lainnya, Sony Rudiwiyanto, memperkuat dugaan adanya celah hukum dan ketimpangan kewenangan dalam sistem pengelolaan limbah medis.

Baca Juga :  Terima SK, Masa Jabatan 19 Kepala Desa di Kota Batu Resmi Diperpanjang

“DLH tidak bisa serta-merta menindak faskes. Padahal mereka wajib melaporkan dan memiliki dokumen lingkungan. Yang jadi pertanyaan: apakah semua benar-benar punya dokumen itu? Apakah sesuai peruntukannya? Ini akan kami dalami lebih jauh,” ungkap Sony.

Sony juga mengingatkan bahwa kekosongan regulasi dan ketidaktegasan penegakan hukum telah menjadikan Kota Malang seperti ladang bebas buang limbah.

“Celah-celah ini dimanfaatkan. Entah oleh klinik, rumah sakit, bahkan klinik kecantikan. Dan faktanya, limbah mereka sampai ke Supiturang.”imbuh Sony.

Kepala Dimas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Malang, Noer Rahman Wijaya , hadir dalam audiensi tersebut. Tapi alih-alih memberikan kejelasan, ia malah mengaku belum bisa memastikan kebenaran dugaan tersebut.

“Kalau soal benar tidaknya, saya nggak bisa jawab pasti. Karena proses ini sudah di tangan aparat penegak hukum. Tapi kalau memang benar, ini masalah serius,” katanya.

Rahman tak menutup kemungkinan adanya kelalaian internal.

“Kalau perlu, semua jajaran dari kepala bidang sampai UPT kita periksa. Tidak ada yang kebal. Karena kalau limbah medis sampai masuk ke TPA, berarti ada yang sangat salah.”tuturnya.

Dari pihak masyarakat, Ketua Grib Jaya Malang, Damanhuri Jab, tampil lantang. Ia menyebut permasalahan ini sudah lama dirasakan warga sekitar TPA Supiturang.

Baca Juga :  PuSDeK Kritik Penyaluran Gaji PPPK melalui BUMD Artha Kanjuruhan yang Dinilai belum Layak

“Udara bau, air sumur keruh, warga mulai sakit-sakitan. Kami sudah sering suarakan ini. Tapi baru sekarang ada audiensi terbuka begini. Terima kasih Komisi C sudah fasilitasi,” katanya.

Menurut Damanhuri, permasalahan utama ada pada mandeknya fungsi TPA3R sebagai titik penyaring limbah.

“TPA3R tidak berfungsi. Akibatnya, semua sampah dari TPS dan TPS3R langsung dikirim ke TPA Supiturang tanpa kontrol ketat. Di situlah celah itu muncul, termasuk untuk limbah medis,” tegasnya.

Damanhuri juga menuntut evaluasi menyeluruh atas keberadaan TPA Supiturang.

“Kalau masih mau dipertahankan, tolong beri solusi konkret. Karena bukan cuma bau dan air yang tercemar, roda ekonomi warga juga lumpuh.”ungkapnya.

Komisi C menyatakan akan segera membuat rekomendasi resmi, termasuk meminta atensi langsung dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta Pemerintah Provinsi Jawa Timur.

“Ini bukan sekadar urusan teknis DLH. Ini soal kota, soal warga, soal masa depan lingkungan kita. Jangan sampai kita dianggap abai terhadap kejahatan lingkungan,” pungkas Dito.(mit)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *