Sudutkota.id – Mengusung tema perempuan di garis depan, akselerasi perlawanan anti penindasan, puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Komite Kamisan Malang Raya, mengelar aksi kamisan di depan halaman Balai Kota Malang, Kamis (6/3/2025) sore.
Massa aksi berkumpul membentangkan beberapa spanduk yang bertuliskan, International womens day putus mata rantai kekerasan terhadap perempuan, Otak Patriarkhi Otak di kampus Stop, Guyonan melecehkan danDomestifikasi pekerja perempuan,
Juga tulisan, Hilangkan diskriminasi perempuan perkawinan padal 31 ayat 3 dan pasal 4 ayat 2. l Review Perda No 2 tahun 2014 perlindungan dan pemberdayaan penyandang disabilitas dan Malang Raya darurat kekerasan berbasis gender implementasikan UUTPKS penuhi hak korban.
Koordinator Lapangan Naufal Aulia Helmi alias Rembo mengatakan, aksi Kamisan ini merupakan kegiatan rutin yang dilaksanakan oleh Komite Kamisan Malang Raya setiap Hari Kamis sore.
“Aksi ini mengangkat tema “Perempuan di garis depan, akselerasi perlawanan anti penindasan”. Perlawanan ini bertujuan untuk melawan dan menghentikan penindasan, baik itu penindasan terhadap perempuan, kelompok marginal, atau komunitas yang terpinggirkan,” ujar Rembo kepada awak media, Kamis (6/3) sore.
Ia menambahkan, penindasan perempuan selalu terjadi di setiap sektor yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat. Salah satunya adalah di sektor pendidikan.
“Dan di tengah perjuangan perempuan melawan kondisi ketertindasan mereka di segala sektor, pendidikan seyogyanya menjadi tempat belajar untuk insan intelektual dan wadah untuk menghapus sistem yang menindas”.
“Namun nyatanya, dunia pendidikan juga tak luput dari beragam kasus pelecehan dan kekerasan seksual yang menimpa perempuan,” terangnya.
Selain itu, mereka juga menyorot implementasi dari Permendikbud No 30/2021 tentang pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi. Yang sampai saat ini masih banyak lembaga yang belum mengimplementasikan permendikbud tersebut.
Di sisi lain, lanjut dia, para buruh perempuan juga tengah berjibaku dengan beragam penindasan yang mereka alami di pabrik. Buruh perempuan sampai saat ini masih mendapat diskriminasi di dalam pabrik.
“Sampai hari ini masih banyak buruh perempuan yang dirumahkan, Karena pihak perusahaan beranggapan bahwa buruh perempuan itu banyak tuntutannya,” ungkap Rembo.
Oleh sebab itu, mereka berharap, agar seluruh pihak mesti terlibat dan ikut berjuang menuntut kesetaraan antara semua kelompok gender. Jangan sampai terjadi lagi kasus diskriminasi, marginalisasi, kekerasan, dan pelabelan kepada kelompok gender tertentu.(AD)