Sudutkota.id- Warganegara Selandia Baru ramai berbondong-bondong pindah negara dalam jumlah yang memecahkan rekor karena pengangguran meningkat, suku bunga tetap tinggi dan pertumbuhan ekonomi lemah.
Data yang dirilis oleh Statistik Selandia Baru pada hari Selasa (13/8) menunjukkan bahwa 131.200 orang meninggalkan Selandia Baru pada bulan Juni 2024, yang merupakan jumlah tertinggi yang pernah tercatat dalam periode tahunan. Sekitar sepertiga dari jumlah tersebut menuju ke Australia.
Walaupun migrasi bersih, jumlah mereka yang datang dikurangi mereka yang pergi, tetap pada tingkat yang tinggi, para ekonom juga memperkirakan hal ini akan berkurang karena jumlah warga negara asing yang ingin pindah ke Selandia Baru menurun akibat melemahnya ekonomi.
Will McGough, direktur investasi di Prime Capital Financial, meyakini bank sentral dapat dan harus mengeluarkan apa yang disebutnya pemotongan darurat sebelum pertemuan kebijakan berikutnya pada bulan September.
Data menunjukkan dari mereka yang berangkat, 80.174 adalah warga negara, yang hampir dua kali lipat jumlah yang terlihat berangkat sebelum pandemi COVID-19.
Merrily Allen, salah satu warga Selandia Baru yang saat ini sedang merencanakan kepindahannya bersama pasangan dan putrinya yang berusia 14 tahun pada awal tahun 2025 ke Hobart di negara bagian pulau Tasmania, Australia.
“Ada banyak peluang di sana. Mereka selalu mencari orang-orang yang memiliki profesi seperti saya,” kata Allen, yang bekerja di bidang administrasi gigi, seperti dikutip dari Reuters.
“Saya punya banyak teman yang pergi ke Australia, semata-mata karena peluang kerja yang lebih baik, dan kehidupan yang lebih baik. Australia tampaknya sudah mapan,” lanjutnya.
Selama pandemi, didorong oleh penanganan wabah oleh pemerintah saat itu, warga Selandia Baru yang tinggal di luar negeri pulang ke rumah dalam jumlah yang sangat tinggi.
Namun, hubungan baik dengan negara berpenduduk 5,3 juta jiwa itu telah berakhir bagi sebagian orang. Para ekonom mengatakan warga Selandia Baru yang frustrasi dengan biaya hidup, suku bunga tinggi, dan sedikitnya kesempatan kerja, beralih ke Australia, Inggris, dan negara lain.
Perekonomian Selandia Baru sedang terpuruk setelah bank sentral menaikkan suku bunga tunai sebesar 521 basis poin dalam pengetatan paling agresif sejak suku bunga tunai resmi diperkenalkan pada tahun 1999. Pertumbuhan ekonomi tahunan sebesar 0,2 persen pada kuartal pertama, pengangguran naik menjadi 4,7 persen pada kuartal kedua dan inflasi tetap tinggi pada 3,3 persen.
Lebih jauh lagi, Australia telah merekrut dan menawarkan paket relokasi di bidang-bidang seperti keperawatan, kepolisian, dan pengajaran di mana mereka kekurangan keterampilan, yang menarik warga Selandia Baru, yang tidak memerlukan visa untuk bekerja di sana.
Pada saat yang sama, pemerintah Selandia Baru telah melakukan perampingan yang signifikan dalam layanan publik negara tersebut, yang menyebabkan banyak pekerja terampil mencari pekerjaan. (Ka)