Sudutkota.id – Alih-alih menghabiskan libur Natal dengan kegiatan santai, ratusan siswa Madrasah Aliyah (MA) An-Nur Bululawang, Kabupaten Malang, justru memilih jalur berbeda. Sekitar 200 siswa memanfaatkan masa libur nasional 24–25 Desember 2025 untuk mengikuti program kokurikuler kewirausahaan berbasis kreativitas batik shibori.
Program ini menjadi bagian dari strategi sekolah dalam menyiapkan lulusan yang tidak hanya unggul secara akademik dan religius, tetapi juga memiliki keterampilan praktis bernilai ekonomi. Selama dua hari, para siswa mendapatkan pelatihan langsung teknik pewarnaan-ikat (shibori) beserta pengembangan produk turunannya, dengan pendampingan mentor dari Batik Lintang Malang.
Kepala Kurikulum MA An-Nur Bululawang, Ustaz Robi, menegaskan bahwa kegiatan tersebut merupakan program wajib sekolah yang dirancang sebagai bekal masa depan siswa. Menurutnya, keterampilan wirausaha menjadi kebutuhan nyata di tengah tantangan dunia kerja yang terus berubah.
“Ini bukan sekadar mengisi liburan, tetapi investasi keterampilan. Kami ingin siswa memiliki alternatif masa depan, tidak hanya bergantung pada jalur formal,” ujarnya, Kamis (25/12/2025).
Mayoritas peserta berasal dari siswa kelas XII yang telah menyelesaikan ujian akhir dan bersiap kembali ke rumah. Momentum ini dimanfaatkan sekolah untuk memberikan pengalaman terakhir yang berkesan sekaligus aplikatif sebelum para siswa lulus.
Owner Batik Lintang Malang, Ita Fitriyah, yang memimpin tim mentor, menilai antusiasme peserta sangat tinggi. Ia melihat langsung bagaimana siswa mengalami proses kreatif dari awal hingga melihat hasil karya mereka sendiri.
“Ketika mereka menyadari bahwa teknik ini bisa diterapkan pada barang pribadi seperti kopiah, jilbab, pakaian, hingga tas, rasa percaya diri mereka tumbuh. Di situ muncul kesadaran bahwa karya ini punya nilai jual,” jelasnya.
Respons emosional para siswa pun beragam, mulai dari rasa bangga hingga keinginan untuk terus mencoba. Aziz, siswa kelas XII asal Pati, Jawa Tengah, mengaku awalnya ragu dengan kemampuannya. Namun setelah melihat hasil akhirnya, ia merasa menemukan potensi baru dalam dirinya.
Sementara itu, Fatimah A, siswi asal Turen, Malang, justru mengaku belum puas dengan hasil karyanya. Menurutnya, kegagalan kecil dalam teknik ikatan menjadi pelajaran berharga yang memotivasinya untuk mencoba kembali.
Menanggapi hal tersebut, Ita Fitriyah menekankan bahwa proses belajar jauh lebih penting daripada hasil akhir, terlebih bagi pemula. Ia juga menyebut siswa yang mengikuti program ini sebagai kelompok beruntung karena mendapatkan pendidikan yang utuh: agama, akademik, dan kewirausahaan.
“Kesuksesan memang kehendak Tuhan, tetapi hari ini mereka sudah memiliki pondasi lebih kuat. Ini nilai tambah yang tidak semua siswa miliki,” tuturnya, disambut tepuk tangan peserta dan guru.
Menariknya, semangat mengikuti program ini tidak hanya datang dari siswa yang sedang aktif masuk sekolah. Beberapa siswa yang sebenarnya tengah libur pondok bahkan rela datang dari rumah masing-masing di wilayah Malang Raya. Dina W, siswi asal Karangploso, mengaku meminta orang tuanya mengantar jemput demi tidak melewatkan pelatihan tersebut.
Antusiasme juga menular ke kalangan guru dan staf. Sejumlah pengajar turut membawa kain dari rumah agar bisa ikut belajar langsung teknik shibori. Bahkan wakil kepala sekolah dan staf administrasi tampak ikut larut dalam suasana kreatif selama kegiatan berlangsung.




















