Daerah

Pembongkaran Tembok Griya Shanta Tuai Sorotan, Komisi C DPRD Malang: Kewenangan Harus Jelas dan Sesuai Prosedur

13
×

Pembongkaran Tembok Griya Shanta Tuai Sorotan, Komisi C DPRD Malang: Kewenangan Harus Jelas dan Sesuai Prosedur

Share this article
Pembongkaran Tembok Griya Shanta Tuai Sorotan, Komisi C DPRD Malang: Kewenangan Harus Jelas dan Sesuai Prosedur
Pengerahan alat berat saat pembongkaran tembok pembatas Perumahan Griya Shanta, Kelurahan Mojolangu, Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang. Pembongkaran yang dilakukan oleh sekelompok orang tak dikenal ini menuai sorotan karena diduga tidak melalui prosedur resmi dan masih dalam proses hukum.(foto:sudutkota.id/ist.)

Sudutkota.id – Pembongkaran tembok di kawasan Perumahan Griya Shanta, Kelurahan Mojolangu, Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang, yang dilakukan oleh sekelompok orang tak dikenal, menuai sorotan serius dari DPRD Kota Malang.

Dewan menilai aksi tersebut menimbulkan tanda tanya besar, terutama terkait kewenangan, legalitas, serta kepastian hukum di tengah proses yang masih berjalan.

Saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon oleh wartawan sudutkota.id, Jumat (19/12/2025), Anggota Komisi C DPRD Kota Malang dari Fraksi Demokrat, Dito Arief Nurakhmadi, menegaskan bahwa persoalan utama yang harus menjadi pijakan bersama adalah kejelasan status hukum Prasarana, Sarana, dan Utilitas (PSU) di kawasan perumahan tersebut.

Menurut Dito, berdasarkan penjelasan dan dokumen yang pernah disampaikan oleh Pemerintah Kota Malang, PSU Griya Shanta telah diserahkan oleh pengembang kepada Pemkot Malang, bahkan proses penyerahan tersebut disebut terjadi lebih dari satu kali.

“Kalau melihat dokumen dan penyampaian dari Pemkot, penyerahan PSU itu sudah ada, bahkan dua kali. Secara legalitas, sebenarnya Pemkot Malang memiliki dasar untuk melakukan intervensi,” ujar Dito.

Namun demikian, Dito meluruskan bahwa tembok yang dibongkar tidak termasuk bagian dari PSU. PSU yang dimaksud dalam konteks ini adalah akses jalan, bukan tembok pembatas yang selama ini berdiri di kawasan tersebut.

“Perlu diluruskan, PSU itu adalah jalannya, bukan temboknya. Tembok itu dibangun oleh warga perumahan. Jadi jangan sampai publik keliru memahami bahwa tembok itu bagian dari PSU,” tegasnya.

Meski begitu, Dito menilai tindakan pembongkaran oleh kelompok yang mengatasnamakan masyarakat tetap tidak dapat dibenarkan secara prosedural. Terlebih karena sebelumnya Pemerintah Kota Malang sempat berupaya melakukan pembongkaran melalui mekanisme Surat Peringatan (SP) 1, 2, dan 3. Namun tertunda akibat penolakan warga dan berlanjut ke gugatan class action di Pengadilan Negeri.

“Idealnya, ketika Pemkot ingin melakukan pembongkaran karena itu sudah menjadi kewenangannya, yang bertindak adalah Pemkot sendiri melalui OPD teknis, seperti DPUPR dan Satpol PP. Bukan dilakukan oleh kelompok yang tidak jelas,” katanya.

Dito mengaku cukup terkejut dengan pembongkaran yang terjadi secara tiba-tiba di tengah proses hukum yang belum selesai.

“Ini yang membuat kami bertanya-tanya. Apakah ini bentuk kecolongan, pembiaran, atau ada hal lain. Karena secara hukum, perkara ini masih berproses di pengadilan,” imbuhnya.

Lebih jauh, Dito mengungkapkan bahwa polemik tembok Griya Shanta tidak berdiri sendiri. Di balik tembok tersebut terdapat beragam kepentingan, mulai dari aset milik Pemkot Malang, lahan beberapa pengembang, hingga lahan milik Universitas Brawijaya, khususnya Fakultas Pertanian.

“Di kawasan itu ada beberapa entitas. Ada aset Pemkot, ada lahan pengembang, dan juga lahan Universitas Brawijaya. Jadi ini bukan persoalan sederhana, melainkan menyangkut banyak kepentingan,” jelasnya.

Terkait rencana jangka panjang, Dito menyebut bahwa secara dokumen perencanaan tata ruang (RTRW dan RDTR), kawasan tersebut memang telah diperuntukkan sebagai akses jalan penghubung, meski hingga kini belum terbangun secara fisik.

“Secara perencanaan, itu memang untuk jalan. Tapi di lapangan, jalannya belum ada. Ini yang ke depan harus ditata dengan baik agar tidak menimbulkan konflik berkepanjangan,” pungkasnya.

Komisi C DPRD Kota Malang, lanjut Dito, akan terus mengawal persoalan ini agar penyelesaiannya tetap mengacu pada hukum, tata ruang, dan kepentingan publik, serta tidak menimbulkan preseden buruk dalam pengelolaan aset dan penataan kota.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *