Kriminal

17 Orang Resmi Jadi Tersangka Aksi Demo Anarkis di Kota Malang

199
×

17 Orang Resmi Jadi Tersangka Aksi Demo Anarkis di Kota Malang

Share this article
17 Orang Resmi Jadi Tersangka Aksi Demo Anarkis di Kota Malang
Wakil Kapolresta Malang Kota, AKBP Oskar Syamsuddin, S.I.K., M.T. bersama jajaran menunjukkan barang bukti berupa pakaian, ponsel, dan perlengkapan lain milik para tersangka aksi demo anarkis di Kota Malang dalam konferensi pers di Mapolresta Malang Kota, Jumat (26/9/2025).(foto:sudutkota.id/mit)

Sudutkota.idPolresta Malang Kota mengumumkan perkembangan penanganan aksi demonstrasi yang berujung anarkis di Kota Malang. Sebanyak 17 orang resmi ditetapkan sebagai tersangka setelah terbukti terlibat dalam aksi perusakan kantor polisi, pembakaran pos polisi, serta penganiayaan terhadap aparat yang tengah bertugas.

Peristiwa ini menimbulkan kerugian besar. Berdasarkan data kepolisian, ada 6 pos polisi dibakar, 16 kendaraan dinas mengalami kerusakan, serta 12 anggota Polri menjadi korban. Dari jumlah itu, satu orang mengalami luka cukup serius, sementara 11 lainnya luka ringan.

Konferensi pers digelar di halaman belakang Mapolresta Malang Kota pada Jumat (26/9/2025). Dalam kesempatan itu, Wakil Kapolresta Malang Kota, AKBP Oskar Syamsuddin, S.I.K., M.T. menjelaskan secara rinci kronologi penangkapan hingga konstruksi hukum yang menjerat para pelaku.

Menurut AKBP Oskar, aparat keamanan bergerak cepat saat kerusuhan terjadi. “Pada saat kejadian, kami mengamankan 61 orang, terdiri dari 21 anak-anak dan 40 orang dewasa. Dari hasil pemeriksaan, 13 orang langsung kami tetapkan sebagai tersangka pada tahap awal,” ungkapnya.

Penyelidikan kemudian terus dikembangkan. Pada 12 September 2025, polisi menemukan bukti tambahan dan menetapkan dua tersangka baru. Beberapa hari kemudian, tepatnya pada 16 September 2025, dua pelaku tambahan kembali diamankan. Dengan demikian, total tersangka yang ditetapkan hingga kini mencapai 17 orang.

Para tersangka umumnya masih berusia muda, mulai dari 18 hingga 25 tahun. Fakta ini menimbulkan keprihatinan karena kelompok usia produktif justru terlibat dalam aksi kekerasan dan perusakan fasilitas umum.

Aksi anarkis yang terjadi tidak hanya berupa perusakan, tetapi juga penggunaan bom molotov dan kembang api yang diarahkan ke fasilitas kepolisian. Tersangka juga melakukan pembakaran terhadap water barrier serta melemparkan benda-benda berbahaya lainnya ke arah petugas.

Selain itu, beberapa pelaku diduga berperan sebagai provokator yang sengaja menghasut massa untuk semakin beringas.

“Ada tersangka yang bertugas memprovokasi, ada yang membawa dan melempar benda berbahaya, serta ada pula yang terlibat langsung dalam pembakaran pos polisi,” jelas AKBP Oskar.

Polisi juga masih mendalami pergerakan massa yang terlibat dalam aksi tersebut. Dari hasil penyelidikan, terindikasi bahwa tidak semua pelaku berasal dari Kota Malang.

“Fakta sementara menunjukkan bahwa sebagian besar pelaku berasal dari Kabupaten Malang, meskipun ada juga massa yang datang dari Blitar, Surabaya hingga Gresik, Dugaan ini berkembang dari pemantauan aktivitas di media sosial yang memprovokasi massa untuk datang ke Malang. Usia mereka rata-rata 19 sampai 35 tahun dengan berbagai latar belakang,” ungkap AKBP Oskar.

Ia menambahkan, polisi masih mendalami keterlibatan pihak lain yang diduga sengaja menggerakkan massa lintas daerah untuk memperkeruh situasi. “Ini masih dalam pendalaman. Tidak menutup kemungkinan ada aktor intelektual di balik kericuhan,” tegasnya.

Dalam kasus ini, polisi menyita sejumlah barang bukti penting, diantaranya, tiga buah kembang api, satu unit water barrier yang dibakar, rekaman video aksi perusakan yang disimpan dalam sebuah flashdisk, beberapa unit telepon genggam milik pelaku, serta sejumlah pakaian yang dikenakan tersangka saat beraksi.

Para tersangka dijerat dengan pasal berlapis, yakni, Pasal 406 KUHP tentang perusakan, Pasal 170 KUHP tentang kekerasan secara bersama-sama, Pasal 187 KUHP tentang pembakaran, Pasal 160 KUHP tentang penghasutan, Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang bahan peledak, serta Pasal 28 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004.

Dengan jeratan pasal berlapis itu, para pelaku terancam hukuman maksimal hingga 20 tahun penjara.

Polresta Malang Kota menegaskan pihaknya tidak akan berhenti pada 17 tersangka ini saja. Penyidikan masih terus dikembangkan untuk memburu aktor lain yang berperan di balik layar, termasuk dugaan adanya pihak yang sengaja mendatangkan massa dari luar Malang.

“Kami pastikan proses hukum berjalan profesional, transparan, dan tuntas. Kepada masyarakat, kami mengimbau untuk tidak mudah terprovokasi isu-isu yang belum jelas kebenarannya. Mari bersama-sama menjaga kondusivitas Kota Malang,” pungkas AKBP Oskar.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *