Sudutkota.id – Persidangan kasus dugaan wanprestasi dan penipuan yang menyeret Rachmad Alchafid, Direktur PT Paramarta Property Development, pengembang perumahan The Nirabi Residence di Desa Pandanlandung, Kecamatan Wagir, Kabupaten Malang, resmi bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Malang. Sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan digelar di Ruang Sidang Kartika, Rabu (13/8/2025).
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Harianto, SH, menyatakan terdakwa diduga melanggar Pasal 378 KUHP tentang penipuan, Pasal 372 KUHP tentang penggelapan, serta pasal-pasal dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Dakwaan ini dilayangkan setelah sejumlah konsumen mengaku mengalami kerugian ratusan juta rupiah karena rumah yang mereka beli tak kunjung selesai dibangun sesuai perjanjian.
Salah satu korban, Phitaloka Aulia Dewi (21), mahasiswi perguruan tinggi negeri di Kota Malang asal Bali, mengungkapkan kekecewaannya. Ia membeli rumah di The Nirabi Residence pada 21 Mei 2022 seharga Rp 320 juta.
Pembayaran yang telah dilakukan meliputi uang tanda jadi Rp 11 juta, uang muka Rp 100 juta, serta 11 kali angsuran Rp 5,8 juta per bulan. Total dana yang sudah ia serahkan mencapai Rp 178 juta.
Sesuai Perjanjian Pengikat Jual Beli (PPJB), penyerahan rumah seharusnya dilakukan pada 19 Mei 2023. Namun hingga batas waktu tersebut, pembangunan baru rampung kurang dari 30 persen.
“Kami sudah menggugat wanprestasi ke PN Malang. Karena objek berada di wilayah Wagir, pemeriksaan setempat didelegasikan ke PN Kepanjen,” jelas kuasa hukum Phitaloka, Fitra Bayu Lesmana.
Bayu menegaskan, dalam PPJB terdapat klausul pembatalan jika pembangunan tidak selesai dalam enam bulan. “Klien saya sudah meminta pembatalan, tapi uangnya tidak kunjung dikembalikan. Direkturnya hanya beralasan dampak Covid-19, padahal pembelian dilakukan setelah pandemi mereda,” tegasnya.
Kisah serupa dialami Bambang, warga Sidoarjo. Ia membeli rumah pada Februari 2021 dengan pembayaran lunas karena tergiur diskon, berharap rumah selesai dalam setahun lengkap dengan sertifikat. Namun pembangunan hanya mencapai 40 persen.
“Saya sudah minta uang kembali sejak September 2022, tapi hanya dikembalikan 50 persen atau sekitar Rp 125 juta. Sisanya belum jelas sampai sekarang. Saya hanya diberi janji-janji,” ujarnya.
Kuasa hukum terdakwa, Agus S. Sugianto, berdalih keterlambatan pembangunan disebabkan dampak pandemi Covid-19. “Banyak pembeli yang tidak membayar angsuran saat pandemi, sehingga proyek tertunda. Klien kami akan mengembalikan uang dan kompensasi setelah unit rumah laku dijual. Namun penjualan saat ini memang sulit,” ujarnya.
Menurut Agus, pihak pengembang tidak pernah berniat menipu. Namun ia mengakui proyek terhenti karena masalah keuangan yang berlarut-larut. “Kami akan kembalikan semuanya begitu ada penjualan,” tambahnya
Majelis hakim PN Malang menjadwalkan sidang lanjutan pada pekan depan dengan agenda pemeriksaan saksi. JPU berencana menghadirkan saksi dari pihak pelapor serta saksi yang dianggap meringankan terdakwa.(mit)



















