Featured

Monumen Buto Kota Malang: Jejak Perlawanan Rakyat yang Terlupakan

122
×

Monumen Buto Kota Malang: Jejak Perlawanan Rakyat yang Terlupakan

Share this article
Monumen Buto Kota Malang: Jejak Perlawanan Rakyat yang Terlupakan
Monumen Buto, lebih dari sekadar ornamen kota, patung tersebut merupakan representasi sejarah panjang perjuangan rakyat Malang melawan penjajahan.(foto:sudutkota.id/mit)

Sudutkota.id – Tepat di kawasan barat Stasiun Kota Baru Malang, berdiri sebuah monumen unik dan megah yang kerap menarik perhatian pengguna jalan. Monumen ini menampilkan sosok raksasa bertubuh besar yang tengah ditundukkan oleh para pejuang rakyat.

Meski kerap disebut “Monumen Buto” oleh warga sekitar, lebih dari sekadar ornamen kota, patung tersebut merupakan representasi sejarah panjang perjuangan rakyat Malang melawan penjajahan.

Monumen ini dibangun pada akhir tahun 1990-an dan diresmikan secara resmi pada awal 2000-an oleh Pemerintah Kota Malang sebagai bentuk penghormatan terhadap para pejuang lokal.

Lokasinya berada di perempatan strategis yang menghubungkan Jalan Panglima Sudirman, Jalan Gajah Mada, dan kawasan Stasiun Kota Baru, menjadikannya titik penting dalam lanskap kota.

Dalam monumen tersebut, tokoh buto atau raksasa digambarkan sebagai lambang kekuatan penjajah yang bengis dan kejam. Sosoknya yang besar, liar, dan penuh amarah ditundukkan oleh beberapa pejuang rakyat yang hanya bersenjatakan alat sederhana seperti bambu runcing, parang, dan tandu untuk mengevakuasi korban.

Baca Juga :  Dari karyawan Fotokopi ke Ahli Permata: Perjalanan Inspiratif Anton Y Gemstone

Patung-patung tersebut dibuat dari bahan logam berwarna tembaga yang kokoh, ditopang oleh dinding relief yang menggambarkan suasana pertempuran massal di latar belakang. Nuansa dramatis tampak dari ekspresi wajah tokoh-tokoh yang terukir, memperlihatkan semangat, penderitaan, dan keberanian.

Menurut Kepala Disdikbud Kota Malang, Suwarjana simbol buto bukan hanya interpretasi artistik, melainkan juga representasi dari penjajahan yang tidak manusiawi.

“Buto adalah metafora dari kekuatan jahat yang ditundukkan oleh keberanian rakyat. Ini adalah bentuk simbolik dari perjuangan rakyat Malang dalam mempertahankan kemerdekaan, terutama pada masa Agresi Militer Belanda II di tahun 1948-1949,” ujar Suwarjana, Minggu (20/7/2025).

Gagasan pembangunan monumen ini pertama kali muncul dari para veteran dan tokoh masyarakat Kota Malang yang ingin agar generasi muda tidak melupakan sejarah daerahnya.

Baca Juga :  Nostalgia Balai Kota Malang, Misteri Jam Raksasa dan Warisan Sejarah yang Terabaikan

Dalam catatan Dinas Sosial dan Kebudayaan Kota Malang, monumen ini dikerjakan selama lebih dari satu tahun oleh seniman lokal dengan pendampingan dari akademisi sejarah dan budayawan.

“Monumen ini bukan sekadar patung untuk memperindah kota. Ia adalah pengingat tentang darah dan nyawa yang dikorbankan rakyat untuk mempertahankan tanah air. Setiap elemen dalam patung ini memiliki makna,” imbuhnya.

Kini, dengan meningkatnya minat masyarakat terhadap wisata sejarah dan edukasi lokal, Monumen Buto ini berpeluang besar untuk dihidupkan kembali menjadi ruang refleksi perjuangan, terutama bagi generasi muda.

“Keberadaannya adalah warisan penting, yang tak boleh hanya dijadikan latar belakang foto atau dibiarkan ditelan keramaian lalu lintas,” pungkasnya.(mit)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *