Sudutkota.id– DPRD Kota Malang resmi menggelar rapat paripurna dengan agenda penyampaian laporan hasil pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Pengarusutamaan Gender (PUG), Senin siang (14/07/2025).
Agenda penting ini menandai satu langkah maju dalam upaya mewujudkan kesetaraan gender dalam kebijakan pembangunan daerah.
Rapat paripurna dibuka secara resmi oleh pimpinan DPRD Kota Malang serta diikuti oleh seluruh jajaran legislatif, eksekutif, hingga unsur Forkopimda. Hadir langsung Wali Kota Malang Dr. Ir. Wahyu Hidayat, MM, Sekda Kota Malang, kepala perangkat daerah, direktur BUMD, hingga perwakilan partai politik.
Ketua Panitia Khusus (Pansus) Ranperda PUG, Ike Krisnawati, dalam laporannya menyampaikan, bahwa penyusunan perda ini merupakan amanat dari konstitusi dan berbagai regulasi nasional, khususnya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
“Dengan lahirnya Perda ini, maka Pemerintah Kota Malang memiliki kewajiban untuk menentukan indikator makro capaian kebijakan, agar pelaksanaan program pembangunan berbasis gender bisa terukur dan tidak hanya sebatas formalitas,” ujar Ike di hadapan forum paripurna.
Namun demikian, ia menekankan pentingnya regulasi turunan berupa Peraturan Wali Kota (Perwal) sebagai langkah konkret agar perda ini bisa benar-benar operasional. Pansus menilai bahwa isi perda masih bersifat umum dan berpotensi multitafsir dalam implementasinya jika tidak segera ditindaklanjuti.
“Perwal harus segera diterbitkan. Di sana akan diatur secara rinci mengenai mekanisme pelaksanaan, sumber dan besaran anggaran, prosedur pelaporan, hingga sistem penghargaan dan sanksi administratif. Jika ini tidak dilakukan, akan ada potensi ketidakpastian hukum serta ketimpangan pelaksanaan di lapangan,” tegasnya.
Pansus juga menyoroti berbagai isu strategis yang perlu diselesaikan melalui pendekatan gender, seperti kemiskinan, kekerasan berbasis gender, ketimpangan pendidikan dan kesehatan, hingga ketidaksetaraan akses ekonomi antara laki-laki dan perempuan.
Selain itu, perangkat daerah diwajibkan untuk menjalankan Gender Analysis Pathway (GAP) dan mengalokasikan Anggaran Responsif Gender (ARG). Jika tidak dilakukan, Ike menegaskan bahwa perlu ada sanksi administratif yang tegas agar kesetaraan gender tidak hanya menjadi jargon belaka.
“Pemerintah harus memiliki sistem evaluasi yang jelas dan terukur berbasis RPJMD maupun rencana kerja perangkat daerah. Ini penting untuk memastikan bahwa pengarusutamaan gender bukan hanya dibahas di ruang rapat, tapi menyentuh langsung kehidupan masyarakat,” tambahnya.
Hasil pembahasan pansus ini kemudian disepakati oleh seluruh anggota DPRD untuk dilanjutkan ke tahapan berikutnya. Ike juga menegaskan komitmen lembaganya untuk terus mengawal agar perda ini benar-benar dijalankan secara konsisten.
Rapat paripurna diakhiri dengan harapan besar agar lahirnya Perda Pengarusutamaan Gender ini menjadi awal dari kebijakan publik yang lebih inklusif dan adil di Kota Malang.
“Semoga langkah ini membawa dampak nyata, bukan hanya untuk perempuan, tetapi untuk seluruh warga Kota Malang agar mendapatkan hak yang sama dalam pembangunan,” tutup Ike. (mit)