Sudutkota.id – Sejumlah hambatan serius yang masih membayangi pelaksanaan program-program strategis, mengemuka dalam rapat pembahasan anggaran tahun 2024 yang digelar di Gedung DPRD Kota Malang, Senin (7/7/2025).
Wali Kota Malang, Wahyu Hidayat menegaskan, salah satu tantangan utama dalam realisasi pembangunan adalah persoalan legalitas aset tanah milik pemerintah daerah. Hingga saat ini, lebih dari separuh aset tersebut belum mengantongi sertifikat resmi.
“Ini masalah besar. Dari total aset tanah kita, sekitar 51 persen belum tersertifikasi. Dampaknya sangat nyata, beberapa kegiatan tidak bisa dijalankan karena anggarannya tidak dapat dicairkan. Regulasi kita mewajibkan semua kegiatan harus berbasis legalitas yang kuat,” tegas Wahyu Hidayat usai rapat.
Ia menjelaskan, ada sejumlah kegiatan pembangunan dan pengadaan fasilitas umum yang sejatinya telah direncanakan, namun belum bisa dilaksanakan lantaran terkendala status lahan. Beberapa program bahkan harus dijalankan secara mandiri oleh OPD, tanpa anggaran, karena belum memenuhi syarat administrasi.
“Prosesnya panjang. Dari penyelesaian dokumen lahan, survei teknis, hingga pencairan anggaran, semuanya butuh waktu dan syarat yang sangat ketat. Kalau belum bersertifikat, ya tidak bisa jalan,” ungkapnya.
Wahyu juga menyinggung rencana penertiban saluran air yang akan dilakukan Rabu mendatang. Kegiatan tersebut merupakan bagian dari program rutin pengendalian banjir, namun masih terkendala keterbatasan anggaran dan teknis lapangan.
“Kita tetap jalankan sesuai kemampuan. Tapi untuk jangka panjang, pembenahan regulasi dan percepatan administrasi tetap menjadi kunci,” tambahnya.
Sementara itu, Ketua DPRD Kota Malang Amithya Ratnanggani Siraduhita, menyoroti aspek pemerataan manfaat program sosial, terutama yang bersumber dari Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT). Menurutnya, sasaran DBHCHT di Kota Malang masih belum menyentuh kelompok utama yang seharusnya menjadi prioritas, seperti buruh pabrik rokok.
“Selama ini belum merata. DBHCHT seharusnya menjangkau mereka yang terdampak langsung dari industri rokok, tapi di Kota Malang justru kelompok ini belum masuk sebagai sasaran utama. Ini harus jadi evaluasi bersama,” ujar Amithya.
Ia menambahkan, DPRD mendorong Pemkot Malang untuk menyusun skema distribusi DBHCHT yang lebih aktif dan tepat sasaran, termasuk kemungkinan memperluas manfaat ke sektor padat karya, pelatihan keterampilan, hingga bantuan ekonomi mikro.
“Kami ingin DBHCHT tidak hanya sekadar dibelanjakan, tapi benar-benar dirasakan langsung oleh masyarakat. Skema baru harus dikonsultasikan sejak dini,” tegasnya.
Selain itu, DPRD juga memberikan catatan khusus terhadap persoalan aset daerah. Sertifikasi tanah dinilai mendesak untuk diselesaikan agar pemanfaatan aset menjadi lebih maksimal, baik untuk fasilitas publik maupun potensi retribusi daerah.
“Dengan legalitas yang kuat, tanah bisa digunakan untuk kepentingan publik maupun untuk menambah pendapatan daerah. Jangan sampai aset-aset ini terbengkalai karena administrasinya belum lengkap,” tandasnya.(mit)